Bismillah for everything, Selamat Datang di My Blog (Belajar, Berilmu, Beramal dan Beribadah. Semoga bermanfaat, Salam Ilmiah...

Jumat, 17 Januari 2025

JEBAKAN API DI LOS ANGELES: KRISIS EKONOMI AMERIKA SERIKAT 2025

 

 Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com

 

 

Pendahuluan

Kebakaran dahsyat yang melanda Los Angeles (LA) baru-baru ini telah menjadi titik balik yang signifikan dalam sejarah perekonomian Amerika Serikat. Bencana ini tidak hanya berdampak pada kerusakan fisik kota tetapi juga membawa konsekuensi besar bagi perekonomian nasional. Los Angeles, yang dikenal sebagai salah satu pusat ekonomi, budaya, dan inovasi dunia, memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas ekonomi Amerika Serikat. Oleh karena itu, dampak dari kebakaran ini tidak hanya dirasakan oleh penduduk lokal, tetapi juga menyebar ke seluruh negeri dan bahkan memiliki implikasi pada perekonomian global.


Sebagai kota terbesar kedua di Amerika Serikat, Los Angeles memiliki posisi strategis dalam berbagai sektor, termasuk industri hiburan, perdagangan internasional, pariwisata, dan teknologi. Kota ini juga merupakan rumah bagi pelabuhan Los Angeles dan Long Beach, yang merupakan dua pelabuhan terbesar di Amerika Serikat dan bertanggung jawab atas sekitar 40% impor barang ke negara ini. Dengan tingkat ketergantungan ekonomi yang tinggi terhadap infrastruktur dan aktivitas di kota ini, kebakaran yang melanda LA telah menyebabkan gangguan besar dalam berbagai sektor.


Menurut laporan awal dari Federal Emergency Management Agency (FEMA), kebakaran ini menghancurkan lebih dari 10.000 bangunan, termasuk rumah, kantor, dan fasilitas industri. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan pekerjaan, sementara pemerintah lokal menghadapi tantangan besar dalam mengoordinasikan upaya pemulihan. Kerugian ekonomi akibat kebakaran ini diperkirakan mencapai $150 miliar, termasuk kerusakan properti, hilangnya pendapatan, dan biaya pemulihan.


Selain dampak langsung pada infrastruktur dan penduduk, kebakaran ini juga memengaruhi rantai pasok global. Sebagai salah satu pusat logistik terbesar di dunia, gangguan pada pelabuhan Los Angeles dan Long Beach telah menyebabkan keterlambatan pengiriman barang ke seluruh Amerika Serikat dan negara-negara lain. Hal ini memperburuk krisis logistik yang sudah ada akibat pandemi COVID-19 dan ketegangan geopolitik.


Kebakaran ini juga memengaruhi sektor pariwisata, yang merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi kota ini. Sebelum kebakaran, Los Angeles menarik jutaan wisatawan setiap tahun, yang berkontribusi pada pendapatan lokal melalui hotel, restoran, dan atraksi wisata. Namun, dengan kerusakan pada banyak lokasi wisata dan meningkatnya kekhawatiran tentang keamanan, jumlah wisatawan menurun drastis. Hal ini memberikan tekanan tambahan pada perekonomian lokal yang sudah tertekan.


Lebih jauh lagi, dampak dari kebakaran ini meluas ke sektor energi. Infrastruktur energi di kawasan tersebut, termasuk pembangkit listrik dan jaringan distribusi, mengalami kerusakan yang signifikan. Hal ini menyebabkan pemadaman listrik di beberapa daerah, yang pada gilirannya mengganggu operasi bisnis dan kehidupan sehari-hari. Selain itu, harga energi di wilayah tersebut melonjak, menambah beban bagi masyarakat dan bisnis yang sudah berjuang untuk pulih.


Dampak dari kebakaran ini tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi, tetapi juga memiliki implikasi sosial yang signifikan. Ribuan keluarga kehilangan rumah dan harta benda mereka, sementara komunitas lokal berjuang untuk menghadapi trauma dan ketidakpastian masa depan. Pemerintah dan organisasi kemanusiaan menghadapi tantangan besar dalam menyediakan bantuan dan dukungan bagi mereka yang terkena dampak. Selain itu, ketimpangan sosial yang sudah ada sebelumnya semakin diperburuk oleh bencana ini, dengan kelompok yang paling rentan, termasuk orang miskin dan minoritas, menjadi yang paling terdampak.


Kebakaran di Los Angeles juga menyoroti kerentanan Amerika Serikat terhadap bencana alam. Dengan perubahan iklim yang semakin memperburuk intensitas dan frekuensi bencana seperti kebakaran hutan, negara ini menghadapi tantangan besar dalam membangun ketahanan terhadap risiko ini. Kebakaran di LA adalah pengingat bahwa infrastruktur dan sistem ekonomi modern tetap rentan terhadap dampak bencana alam, dan bahwa upaya yang lebih besar diperlukan untuk memitigasi risiko ini di masa depan.

Dalam artikel ini, kami akan mengeksplorasi lebih lanjut dampak kebakaran di Los Angeles pada perekonomian Amerika Serikat. Kami akan membahas bagaimana bencana ini memengaruhi sektor-sektor utama, termasuk industri hiburan, logistik, pariwisata, dan energi. Selain itu, kami akan menganalisis faktor-faktor lain yang memperburuk situasi ini, termasuk inflasi, krisis energi, dan ketidakpastian geopolitik. Kami juga akan mengevaluasi respons pemerintah dan strategi pemulihan yang telah diambil sejauh ini, serta memberikan rekomendasi untuk memperkuat ketahanan ekonomi di masa depan.


Dampak Langsung pada Ekonomi Lokal

Los Angeles adalah rumah bagi banyak perusahaan multinasional, industri hiburan, dan pelabuhan besar yang menjadi pintu gerbang perdagangan internasional. Kebakaran besar ini tidak hanya menghancurkan infrastruktur fisik seperti gedung-gedung, jalan, dan fasilitas umum, tetapi juga menyebabkan penutupan operasi bisnis utama. Hal ini memicu peningkatan angka pengangguran, penurunan pendapatan pajak lokal, dan gangguan dalam rantai pasok global.

Menurut laporan dari Los Angeles Times (2025), kerugian ekonomi akibat kebakaran ini diperkirakan mencapai $150 miliar. Dampak ini mencakup kerusakan properti, hilangnya pendapatan perusahaan, serta biaya pemulihan dan rekonstruksi yang memakan waktu lama.


Efek Domino pada Perekonomian Nasional

Sebagai salah satu kota terbesar di Amerika Serikat, gangguan ekonomi di LA memiliki implikasi luas pada skala nasional. Beberapa sektor yang paling terdampak adalah:

1.   Industri Hiburan: Sebagai pusat perfilman dunia, gangguan pada studio dan fasilitas produksi di LA menyebabkan penundaan besar dalam proyek-proyek film dan televisi, yang pada akhirnya memengaruhi pendapatan nasional dari sektor hiburan.

2.  Transportasi dan Logistik: Pelabuhan Los Angeles dan Long Beach, yang menangani sekitar 40% impor barang ke Amerika Serikat, mengalami kerusakan parah. Akibatnya, terjadi lonjakan biaya logistik dan keterlambatan distribusi barang di seluruh negeri.

3. Pariwisata: Sebagai salah satu destinasi wisata utama, LA kehilangan jutaan wisatawan yang membatalkan kunjungan mereka. Hal ini berimbas pada sektor perhotelan, restoran, dan transportasi lokal.


Faktor Eksternal yang Memperburuk Situasi

Selain dampak langsung dari kebakaran, ada beberapa faktor eksternal yang memperparah kondisi perekonomian Amerika Serikat:

1.  Inflasi Tinggi: Amerika Serikat sudah mengalami tingkat inflasi yang tinggi sebelum bencana ini, didorong oleh kenaikan harga energi dan pangan akibat konflik global.

2.  Krisis Energi: Kebakaran juga memengaruhi infrastruktur energi di wilayah tersebut, menyebabkan peningkatan harga bahan bakar dan gangguan pasokan listrik.

3. Ketidakpastian Geopolitik: Ketegangan internasional dan perang dagang yang sedang berlangsung semakin memperburuk sentimen pasar dan mengurangi investasi asing.


Respon Pemerintah dan Strategi Pemulihan

Pemerintah federal telah mengalokasikan dana sebesar $200 miliar untuk pemulihan wilayah yang terkena dampak. Strategi ini mencakup:

1.    Rekonstruksi infrastruktur utama seperti jalan, jembatan, dan pelabuhan.

2.    Pemberian subsidi dan bantuan langsung kepada penduduk yang terdampak.

3.    Insentif pajak untuk mendorong perusahaan kembali beroperasi di wilayah tersebut.

Namun, beberapa ekonom mengkritik pendekatan pemerintah yang dianggap terlalu fokus pada pemulihan jangka pendek tanpa memperhatikan dampak jangka panjang pada defisit anggaran negara.


Kesimpulan

Kebakaran di Los Angeles telah membuka babak baru dalam tantangan ekonomi yang dihadapi Amerika Serikat. Dampaknya yang meluas, baik secara lokal maupun nasional, menunjukkan kerentanan sistem ekonomi modern terhadap bencana alam. Di tengah upaya pemulihan, pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama untuk menciptakan strategi yang tidak hanya memulihkan kondisi ekonomi, tetapi juga memperkuat ketahanan terhadap bencana di masa depan. Semoga artikel singkat bermanfaat bagi kita. Tetap semangat berkarya, salam ilmiah! (NH)


Referensi:

  • Los Angeles Times. (2025). Economic impact of the LA fires. Retrieved from https://www.latimes.com
  • Smith, J. (2025). Resilience and recovery: Lessons from LA fires. New York: Economic Press.
  • World Bank. (2024). Global economic outlook. Washington, DC: World Bank Publications.
  • Bureau of Economic Analysis (BEA). (2025). Economic data report: California. Retrieved from https://www.bea.gov
  • National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). (2025). Impact of climate change on urban disasters. Retrieved from https://www.noaa.gov

 

Kamis, 09 Januari 2025

TRANSFORMASI EKONOMI INDONESIA ERA SOCIETY 5.0

Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com


Pendahuluan

Era Society 5.0 merupakan konsep masyarakat masa depan yang pertama kali diperkenalkan oleh Jepang melalui Rencana Dasar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada tahun 2016. Konsep ini bertujuan untuk mengintegrasikan teknologi canggih seperti Internet of Things (IoT), Artificial Intelligence (AI), Big Data, dan robotika ke dalam setiap aspek kehidupan manusia, menciptakan solusi yang berfokus pada kesejahteraan manusia, bukan sekadar efisiensi teknologi. Dalam konsep ini, manusia berada di pusat pengambilan keputusan, sementara teknologi menjadi alat untuk meningkatkan kualitas hidup secara holistik.

Bagi Indonesia, adopsi Society 5.0 bukan hanya sekadar adaptasi teknologi, tetapi juga transformasi ekonomi yang fundamental. Indonesia, sebagai negara berkembang dengan populasi lebih dari 281,6 juta jiwa, menghadapi tantangan struktural yang kompleks, mulai dari ketimpangan sosial-ekonomi hingga disparitas digital yang tajam. Namun, Society 5.0 menawarkan peluang untuk menjembatani kesenjangan ini, memungkinkan pembangunan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan inovatif.

Transformasi ekonomi dalam kerangka Society 5.0 mencakup berbagai aspek, seperti penguatan infrastruktur digital, pemberdayaan sumber daya manusia (SDM), inovasi dalam sektor bisnis, dan penyusunan kebijakan yang mendukung ekosistem teknologi. Namun, langkah ini tidak terlepas dari tantangan besar yang harus dihadapi. Artikel ini akan menguraikan bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan peluang di era Society 5.0, sekaligus mengatasi hambatan yang ada, dengan tujuan mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Tantangan Menuju Society 5.0 di Indonesia

  1. Ketimpangan Infrastruktur Digital Ketimpangan akses teknologi antara kawasan perkotaan dan pedesaan menjadi tantangan utama dalam mewujudkan Society 5.0 di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo, 2024), lebih dari 40% wilayah pedesaan di Indonesia masih minim akses internet. Hal ini menghambat proses digitalisasi yang merata, terutama di sektor pendidikan, kesehatan, dan usaha kecil dan menengah (UMKM).
  2. Kesenjangan Kompetensi Digital SDM Era Society 5.0 menuntut tenaga kerja yang memiliki literasi digital, kemampuan analisis data, dan pemahaman teknologi canggih. Namun, laporan Indeks Kesiapan Teknologi Global (WEF, 2023) menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dalam hal kesiapan SDM di bidang teknologi. Kurangnya program pelatihan yang terarah dan minimnya akses pendidikan berbasis teknologi menjadi akar permasalahan.
  3. Kebijakan yang Belum Terintegrasi Transformasi ekonomi membutuhkan kebijakan yang proaktif dan fleksibel. Sayangnya, Indonesia sering menghadapi kendala dalam hal birokrasi yang kompleks, serta kurangnya harmonisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini memperlambat adopsi teknologi baru di berbagai sektor, termasuk transportasi, manufaktur, dan pelayanan publik.
  4. Ancaman terhadap Keamanan Data Dengan meningkatnya penggunaan teknologi digital, risiko keamanan data juga menjadi perhatian utama. Indonesia perlu membangun sistem perlindungan data yang kuat untuk mengantisipasi ancaman siber, termasuk penyalahgunaan informasi pribadi dan serangan terhadap infrastruktur digital.

Peluang Transformasi Ekonomi

  1. Digitalisasi UMKM sebagai Pendorong Ekonomi UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, menyumbang lebih dari 60% PDB dan menyerap hampir 97% tenaga kerja nasional (BPS, 2024). Dengan memanfaatkan platform digital seperti marketplace, UMKM dapat memperluas pasar mereka secara signifikan, baik di dalam negeri maupun internasional. Program "UMKM Go Digital" yang digagas oleh pemerintah telah menunjukkan hasil positif, tetapi diperlukan dukungan lebih lanjut dalam hal pelatihan dan infrastruktur.
  2. Pemanfaatan Big Data untuk Efisiensi dan Inovasi Big Data memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi operasional di berbagai sektor. Misalnya, dalam sektor transportasi, analisis data dapat digunakan untuk mengoptimalkan rute dan mengurangi kemacetan. Dalam sektor kesehatan, data pasien dapat dianalisis untuk meningkatkan diagnosis dan perawatan. Inisiatif "Satu Data Indonesia" yang diluncurkan pada tahun 2023 menjadi langkah awal dalam memanfaatkan data secara nasional untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.
  3. Ekonomi Hijau dan Berkelanjutan Society 5.0 mendorong adopsi teknologi yang ramah lingkungan, seperti energi terbarukan, kendaraan listrik, dan sistem pengelolaan limbah berbasis teknologi. Dengan mengintegrasikan prinsip ekonomi hijau, Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam yang tidak terbarukan, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di sektor energi bersih.
  4. Pembangunan Infrastruktur Digital yang Komprehensif Proyek Palapa Ring dan implementasi jaringan 5G menjadi tonggak penting dalam membangun infrastruktur digital Indonesia. Dengan akses internet yang cepat dan terjangkau, masyarakat di daerah terpencil dapat lebih mudah mengakses layanan pendidikan, kesehatan, dan keuangan digital.

Strategi Implementasi Transformasi Ekonomi

Untuk memastikan keberhasilan transformasi ekonomi di era Society 5.0, Indonesia perlu menerapkan strategi yang komprehensif dan terintegrasi. Berikut adalah beberapa langkah kunci yang dapat diambil:

  1. Penguatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Teknologi Kurikulum pendidikan perlu diperbarui untuk mencakup literasi digital, pemrograman, dan analisis data sejak dini. Selain itu, pemerintah dan sektor swasta dapat bekerja sama untuk menyediakan program pelatihan vokasi di bidang teknologi, seperti AI, blockchain, dan cybersecurity.
  2. Insentif bagi Inovasi Teknologi Pemerintah dapat memberikan insentif berupa pengurangan pajak atau subsidi bagi perusahaan yang berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) teknologi baru. Selain itu, penyederhanaan proses perizinan untuk startup teknologi dapat mendorong inovasi di sektor ini.
  3. Kolaborasi Antar-Sektor Kerja sama antara pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat sipil sangat penting untuk menciptakan ekosistem teknologi yang inklusif. Public-private partnership (PPP) menjadi model yang efektif dalam membangun infrastruktur dan layanan digital yang berbasis kebutuhan masyarakat.
  4. Penguatan Regulasi Keamanan Data Untuk melindungi privasi dan keamanan pengguna, pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait perlindungan data pribadi. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang disahkan pada tahun 2023 merupakan langkah awal, tetapi implementasinya perlu diawasi dengan ketat.

Kesimpulan

Transformasi ekonomi Indonesia di era Society 5.0 merupakan peluang besar untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Namun, perjalanan ini tidak mudah dan membutuhkan kolaborasi yang erat antara semua pemangku kepentingan. Dengan memperkuat infrastruktur digital, meningkatkan kualitas SDM, dan mengadopsi kebijakan yang inovatif, Indonesia dapat menjadi salah satu pemain utama dalam perekonomian global di masa depan. Semoga artikel singkat ini bermanfaat. Tetap semangat berkarya, salam ilmiah! (NH)

Referensi:

  1. Badan Pusat Statistik (BPS). (2024). Statistik Ekonomi Indonesia. Jakarta: BPS.
  2. Kementerian Komunikasi dan Informatika. (2024). Laporan Transformasi Digital Indonesia. Jakarta: Kominfo.
  3. Kominfo. (2023). Digital Talent Scholarship Annual Report. Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika.
  4. Satu Data Indonesia. (2023). Laporan Implementasi Big Data Nasional. Jakarta: Pemerintah Indonesia.
  5. World Economic Forum. (2023). Global Technology Readiness Index. Geneva: WEF.


HUBUNGI KAMI

STAI Miftahul Ulum Tarate Pandian Sumenep
Menuju Institut Terkemuka di Madura

Jalan Pesantren No 11
Tarate Pandian Kabupaten Sumenep Madura Jawa Timur - Indonesia
Telp : +62 878 - 7030 - 0328 / WA : +62 81 776 - 883 -730 / +62 823 - 3483 - 4806

Website : http://www.staimtarate.ac.id

E-mail 1: official@staimtarate.ac.id

E-mail 2 : staimtarate.official@gmail.com


SOSIAL MEDIA

Jumat, 03 Januari 2025

EKONOMI MEDIA: PERLUKAH?

Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com

 


Pendahuluan

Media telah lama menjadi salah satu pilar utama dalam kehidupan masyarakat, baik sebagai sumber informasi, hiburan, maupun sebagai alat komunikasi. Dalam perkembangan teknologi informasi yang pesat, media kini memiliki dimensi baru yang jauh lebih kompleks. Istilah "ekonomi media" mulai sering digunakan untuk menjelaskan interaksi antara media dan aspek ekonomi dalam masyarakat modern. Ekonomi media tidak hanya membahas bagaimana media sebagai industri menghasilkan keuntungan, tetapi juga bagaimana media mempengaruhi berbagai sektor ekonomi, sosial, dan budaya.


Di era digital ini, media telah menjadi kekuatan ekonomi yang signifikan. Platform seperti Google, Meta, YouTube, dan TikTok menjadi contoh nyata bagaimana media digital mendominasi ekonomi global. Mereka tidak hanya menyediakan layanan hiburan dan informasi, tetapi juga menggerakkan roda ekonomi melalui iklan, monetisasi konten, dan berbagai peluang komersial lainnya. Menurut McKinsey (2023), sektor media digital memberikan kontribusi yang substansial terhadap pertumbuhan ekonomi global, khususnya di negara-negara berkembang.


Namun, ekonomi media juga menimbulkan berbagai dilema dan tantangan. Salah satunya adalah konsentrasi pasar yang didominasi oleh segelintir perusahaan besar, yang sering kali menghambat inovasi dan kompetisi. Selain itu, penyebaran informasi yang salah atau menyesatkan menjadi isu serius yang sulit diatasi, terutama di platform media sosial. Dalam konteks ini, penting untuk mengeksplorasi peran ekonomi media secara lebih mendalam untuk memahami urgensinya dalam kehidupan masyarakat modern.


Pendahuluan ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang pentingnya ekonomi media dalam konteks global. Artikel ini akan mengkaji berbagai aspek ekonomi media, termasuk kontribusinya terhadap ekonomi digital, pengaruhnya pada pola konsumsi masyarakat, serta tantangan-tantangan yang dihadapinya. Dengan demikian, pembaca diharapkan dapat memahami mengapa ekonomi media menjadi salah satu bidang yang relevan untuk dikaji secara mendalam.

Pentingnya Ekonomi Media

  1. Menggerakkan Ekonomi Digital Media, terutama platform digital seperti YouTube, TikTok, dan Instagram, telah menjadi penggerak utama ekonomi digital. Menurut laporan McKinsey (2023), sektor media digital berkontribusi sebesar 20% terhadap pertumbuhan PDB di negara berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa media bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga motor penggerak ekonomi.
  2. Pengaruh pada Keputusan Konsumen Media memiliki kekuatan besar dalam memengaruhi preferensi konsumen. Sebagai contoh, penelitian oleh Nielsen (2022) menunjukkan bahwa 64% konsumen mengambil keputusan pembelian berdasarkan iklan dan konten yang mereka konsumsi di media sosial.
  3. Peluang Lapangan Kerja Industri media membuka peluang lapangan kerja yang signifikan, mulai dari kreator konten, editor, hingga data analyst. Peran ini menjadi semakin relevan seiring dengan meningkatnya permintaan akan konten berkualitas.

Tantangan dalam Ekonomi Media

  1. Monopoli dan Konsentrasi Pasar Beberapa perusahaan besar seperti Google dan Meta mendominasi pasar media digital, yang dapat menghambat persaingan sehat. Menurut laporan Reuters Institute (2024), 70% pendapatan iklan digital global hanya dikuasai oleh tiga perusahaan besar.
  2. Penyebaran Informasi yang Tidak Valid Ekonomi media sering kali dikaitkan dengan fenomena clickbait dan hoaks. Dalam survei Pew Research Center (2023), 53% responden menyatakan bahwa media sosial adalah sumber utama penyebaran informasi yang salah.
  3. Ketimpangan Pendapatan Tidak semua pelaku di sektor media mendapatkan keuntungan yang setara. Kreator kecil sering kali kesulitan bersaing dengan perusahaan besar yang memiliki sumber daya melimpah.

Urgensi Regulasi dan Pendidikan Literasi Media

Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya perlu memainkan peran aktif dalam menciptakan ekosistem media yang sehat. Regulasi yang adil dan transparan dapat mendorong persaingan sehat, sementara pendidikan literasi media dapat meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menyaring informasi secara kritis.

Kesimpulan

Ekonomi media adalah fenomena yang tidak dapat diabaikan. Selain berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi, sektor ini juga memengaruhi banyak aspek kehidupan sosial. Namun, tantangan yang ada harus diatasi melalui kebijakan yang tepat dan kesadaran kolektif masyarakat. Dengan demikian, ekonomi media bukan hanya diperlukan, tetapi juga harus dikelola dengan bijaksana agar dapat memberikan manfaat yang maksimal. Semoga artikel singkat ini bermantaat. Tetap semangat berkarya, salam ilmiah! (NH)

Referensi:

  1. McKinsey. (2023). The Role of Digital Media in Emerging Economies. McKinsey & Company.
  2. Nielsen. (2022). Consumer Decision-Making in the Digital Age. Nielsen Global Reports.
  3. Pew Research Center. (2023). Misinformation and Media Consumption Trends. Pew Research Center.
  4. Reuters Institute. (2024). Digital News Report. Reuters Institute for the Study of Journalism.

DAFTAR ARTIKEL

BELAJAR, BERILMU, BERAMAL & BERIBADAH "Integritasmu Adalah Masa Depanmu" Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M E-mail : nurul.hud...