Bismillah for everything, Selamat Datang di My Blog (Belajar, Berilmu, Beramal dan Beribadah. Semoga bermanfaat, Salam Ilmiah...

Selasa, 19 November 2024

PILKADA 2024: DUKUNGAN DARI HATI, BUKAN TRANSAKSI


Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com

 

Dalam Pilkada 2024 yang semakin dekat, konsep “dukungan dari hati, bukan transaksi” menjadi penting dalam membangun demokrasi yang sehat dan berintegritas. Dinamika pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia sering kali terjebak dalam pola transaksional, di mana calon-calon pemimpin berusaha meraih suara melalui iming-iming materi ketimbang komitmen untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Namun, ada potensi besar untuk perubahan di Pilkada 2024, yakni munculnya dukungan yang benar-benar tulus dari masyarakat, tanpa kepentingan transaksional.

Mengapa Dukungan dari Hati Lebih Bermakna?

Dukungan yang datang dari hati, tidak hanya meningkatkan kualitas pemimpin yang terpilih, tetapi juga menyehatkan hubungan antara rakyat dan pejabat publik. Ketika pemimpin dipilih atas dasar kapabilitas dan kesungguhan, mereka berpotensi melayani masyarakat dengan lebih baik dan fokus pada pengembangan daerah. Dukungan tulus ini juga menciptakan ikatan emosional yang kuat antara pemilih dan pemimpin terpilih.

Menurut teori motivasi dari Abraham Maslow, manusia cenderung mendukung individu atau figur yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar dan sosial mereka secara signifikan (Maslow, 1954). Dalam konteks Pilkada, pemimpin yang menunjukkan kejujuran, empati, dan niat baik akan mendapatkan dukungan dari hati masyarakat, yang mana hal ini jauh lebih bertahan lama dan berharga daripada dukungan yang berbasis transaksi sesaat.

Dampak Negatif Transaksionalisme dalam Pilkada

Transaksionalisme dalam pilkada berisiko menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia. Ketika dukungan diperoleh dengan cara transaksional, calon pemimpin sering kali terjebak pada janji-janji material yang tidak berkelanjutan, sehingga tujuan mulia untuk mensejahterakan rakyat menjadi terabaikan. Fenomena ini tidak hanya merusak hubungan antara pemimpin dan rakyat, tetapi juga menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemimpin yang terpilih.

Data dari KPK menunjukkan bahwa praktik politik uang menjadi salah satu penyebab terbesar korupsi di pemerintahan daerah (KPK, 2022). Pada kenyataannya, pemimpin yang terpilih melalui dukungan transaksional cenderung lebih berfokus pada pengembalian modal politik mereka, yang akhirnya mengarah pada praktik korupsi dan pengabaian kesejahteraan masyarakat.

Memperkuat Demokrasi dengan Dukungan Tulus

Ketika dukungan dari hati menjadi pondasi dalam Pilkada 2024, demokrasi di Indonesia akan mengalami perubahan besar. Demokrasi yang sehat tidak hanya bergantung pada proses pemilihan yang adil, tetapi juga pada kualitas dukungan yang diterima oleh calon pemimpin. Dengan dukungan tulus, rakyat dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pemilihan, memberi masukan kepada calon, dan menilai mereka berdasarkan visi serta rencana kerja yang realistis.

Konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jürgen Habermas menekankan pentingnya dialog dan partisipasi aktif masyarakat dalam politik (Habermas, 1996). Dalam konteks Pilkada, pemimpin yang mendapat dukungan tulus akan mendorong dialog yang konstruktif dengan rakyat dan merespons aspirasi mereka tanpa membebani masyarakat dengan kepentingan-kepentingan politis yang tidak relevan.

Membuka Jalan untuk Pemimpin Berintegritas

Pemimpin yang terpilih atas dukungan dari hati akan lebih mungkin untuk memimpin dengan integritas, mengingat mereka dipilih berdasarkan komitmen dan kompetensi. Mereka lebih memahami bahwa jabatan adalah amanah yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Dalam jangka panjang, pemimpin yang terpilih dari dukungan tulus akan berfokus pada pencapaian visi pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan sosial.

Pendekatan kepemimpinan yang berintegritas juga didukung oleh teori Servant Leadership dari Robert K. Greenleaf, yang menekankan bahwa pemimpin yang baik harus fokus pada kepentingan rakyat terlebih dahulu, bukan kepentingan pribadi (Greenleaf, 1977). Jika masyarakat memilih berdasarkan hati nurani dan keyakinan pada kualitas calon, maka peluang untuk memiliki pemimpin yang memiliki kualitas Servant Leadership akan semakin tinggi, dan ini akan mempercepat kemajuan daerah.

Teknologi dan Media sebagai Pendorong Dukungan Tulus

Di era digital, teknologi dan media sosial memainkan peran penting dalam mendorong dukungan dari hati. Platform online memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi lengkap tentang profil, visi, dan program kerja calon pemimpin. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk memberikan dukungan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemilih yang memiliki akses terhadap informasi yang valid dan lengkap cenderung memberikan dukungan yang lebih berkualitas dan bertanggung jawab (Ahmad, 2023). Oleh karena itu, pemanfaatan media yang efektif diharapkan dapat meningkatkan kesadaran publik untuk memilih pemimpin tanpa dipengaruhi faktor transaksional, serta mendorong pemimpin untuk membuktikan kualitas mereka kepada publik.

Kesimpulan: Pilkada 2024 Sebagai Titik Balik

Pilkada 2024 adalah kesempatan besar bagi Indonesia untuk memperbaiki kualitas demokrasi dan mengembalikan esensi kepercayaan antara rakyat dan pemimpinnya. Dengan meninggalkan pendekatan transaksional, Pilkada dapat menjadi momen untuk membangun ikatan yang tulus dan harmonis antara calon pemimpin dan masyarakat. Dukungan dari hati akan menjadi kunci yang menguatkan hubungan ini, serta mendorong kemunculan pemimpin-pemimpin yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berkomitmen untuk menciptakan perubahan positif bagi daerah mereka.

Sebagai masyarakat yang semakin matang dalam berpolitik, mari kita pilih pemimpin yang memang layak dan berkompeten, bukan hanya sekadar memenuhi kepentingan jangka pendek. Dengan dukungan yang tulus, kita turut membangun masa depan yang lebih adil, berintegritas, dan lebih bermartabat. Semoga artikel singkat ini dapat memberikan inspirasi dan manfaat untuk kita semua dalam merawat demokrasi di Indonesia. Tetap semangat, salam ilmiah! (NH)

Referensi

  1. Maslow, A. H. (1954). Motivation and Personality. Harper & Row.
  2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (2022). Laporan Tahunan KPK.
  3. Habermas, J. (1996). Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy. MIT Press.
  4. Greenleaf, R. K. (1977). Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness. Paulist Press.
  5. Ahmad, F. (2023). Social Media and Democratic Participation. International Journal of Politics and Communication.

1 komentar:

DAFTAR ARTIKEL

BELAJAR, BERILMU, BERAMAL & BERIBADAH "Integritasmu Adalah Masa Depanmu" Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M E-mail : nurul.hud...