Bismillah for everything, Selamat Datang di My Blog (Belajar, Berilmu, Beramal dan Beribadah. Semoga bermanfaat, Salam Ilmiah...

Selasa, 19 November 2024

PILKADA 2024: DUKUNGAN DARI HATI, BUKAN TRANSAKSI


Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com

 

Dalam Pilkada 2024 yang semakin dekat, konsep “dukungan dari hati, bukan transaksi” menjadi penting dalam membangun demokrasi yang sehat dan berintegritas. Dinamika pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia sering kali terjebak dalam pola transaksional, di mana calon-calon pemimpin berusaha meraih suara melalui iming-iming materi ketimbang komitmen untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Namun, ada potensi besar untuk perubahan di Pilkada 2024, yakni munculnya dukungan yang benar-benar tulus dari masyarakat, tanpa kepentingan transaksional.

Mengapa Dukungan dari Hati Lebih Bermakna?

Dukungan yang datang dari hati, tidak hanya meningkatkan kualitas pemimpin yang terpilih, tetapi juga menyehatkan hubungan antara rakyat dan pejabat publik. Ketika pemimpin dipilih atas dasar kapabilitas dan kesungguhan, mereka berpotensi melayani masyarakat dengan lebih baik dan fokus pada pengembangan daerah. Dukungan tulus ini juga menciptakan ikatan emosional yang kuat antara pemilih dan pemimpin terpilih.

Menurut teori motivasi dari Abraham Maslow, manusia cenderung mendukung individu atau figur yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar dan sosial mereka secara signifikan (Maslow, 1954). Dalam konteks Pilkada, pemimpin yang menunjukkan kejujuran, empati, dan niat baik akan mendapatkan dukungan dari hati masyarakat, yang mana hal ini jauh lebih bertahan lama dan berharga daripada dukungan yang berbasis transaksi sesaat.

Dampak Negatif Transaksionalisme dalam Pilkada

Transaksionalisme dalam pilkada berisiko menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia. Ketika dukungan diperoleh dengan cara transaksional, calon pemimpin sering kali terjebak pada janji-janji material yang tidak berkelanjutan, sehingga tujuan mulia untuk mensejahterakan rakyat menjadi terabaikan. Fenomena ini tidak hanya merusak hubungan antara pemimpin dan rakyat, tetapi juga menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemimpin yang terpilih.

Data dari KPK menunjukkan bahwa praktik politik uang menjadi salah satu penyebab terbesar korupsi di pemerintahan daerah (KPK, 2022). Pada kenyataannya, pemimpin yang terpilih melalui dukungan transaksional cenderung lebih berfokus pada pengembalian modal politik mereka, yang akhirnya mengarah pada praktik korupsi dan pengabaian kesejahteraan masyarakat.

Memperkuat Demokrasi dengan Dukungan Tulus

Ketika dukungan dari hati menjadi pondasi dalam Pilkada 2024, demokrasi di Indonesia akan mengalami perubahan besar. Demokrasi yang sehat tidak hanya bergantung pada proses pemilihan yang adil, tetapi juga pada kualitas dukungan yang diterima oleh calon pemimpin. Dengan dukungan tulus, rakyat dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pemilihan, memberi masukan kepada calon, dan menilai mereka berdasarkan visi serta rencana kerja yang realistis.

Konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jürgen Habermas menekankan pentingnya dialog dan partisipasi aktif masyarakat dalam politik (Habermas, 1996). Dalam konteks Pilkada, pemimpin yang mendapat dukungan tulus akan mendorong dialog yang konstruktif dengan rakyat dan merespons aspirasi mereka tanpa membebani masyarakat dengan kepentingan-kepentingan politis yang tidak relevan.

Membuka Jalan untuk Pemimpin Berintegritas

Pemimpin yang terpilih atas dukungan dari hati akan lebih mungkin untuk memimpin dengan integritas, mengingat mereka dipilih berdasarkan komitmen dan kompetensi. Mereka lebih memahami bahwa jabatan adalah amanah yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Dalam jangka panjang, pemimpin yang terpilih dari dukungan tulus akan berfokus pada pencapaian visi pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan sosial.

Pendekatan kepemimpinan yang berintegritas juga didukung oleh teori Servant Leadership dari Robert K. Greenleaf, yang menekankan bahwa pemimpin yang baik harus fokus pada kepentingan rakyat terlebih dahulu, bukan kepentingan pribadi (Greenleaf, 1977). Jika masyarakat memilih berdasarkan hati nurani dan keyakinan pada kualitas calon, maka peluang untuk memiliki pemimpin yang memiliki kualitas Servant Leadership akan semakin tinggi, dan ini akan mempercepat kemajuan daerah.

Teknologi dan Media sebagai Pendorong Dukungan Tulus

Di era digital, teknologi dan media sosial memainkan peran penting dalam mendorong dukungan dari hati. Platform online memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi lengkap tentang profil, visi, dan program kerja calon pemimpin. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk memberikan dukungan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemilih yang memiliki akses terhadap informasi yang valid dan lengkap cenderung memberikan dukungan yang lebih berkualitas dan bertanggung jawab (Ahmad, 2023). Oleh karena itu, pemanfaatan media yang efektif diharapkan dapat meningkatkan kesadaran publik untuk memilih pemimpin tanpa dipengaruhi faktor transaksional, serta mendorong pemimpin untuk membuktikan kualitas mereka kepada publik.

Kesimpulan: Pilkada 2024 Sebagai Titik Balik

Pilkada 2024 adalah kesempatan besar bagi Indonesia untuk memperbaiki kualitas demokrasi dan mengembalikan esensi kepercayaan antara rakyat dan pemimpinnya. Dengan meninggalkan pendekatan transaksional, Pilkada dapat menjadi momen untuk membangun ikatan yang tulus dan harmonis antara calon pemimpin dan masyarakat. Dukungan dari hati akan menjadi kunci yang menguatkan hubungan ini, serta mendorong kemunculan pemimpin-pemimpin yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berkomitmen untuk menciptakan perubahan positif bagi daerah mereka.

Sebagai masyarakat yang semakin matang dalam berpolitik, mari kita pilih pemimpin yang memang layak dan berkompeten, bukan hanya sekadar memenuhi kepentingan jangka pendek. Dengan dukungan yang tulus, kita turut membangun masa depan yang lebih adil, berintegritas, dan lebih bermartabat. Semoga artikel singkat ini dapat memberikan inspirasi dan manfaat untuk kita semua dalam merawat demokrasi di Indonesia. Tetap semangat, salam ilmiah! (NH)

Referensi

  1. Maslow, A. H. (1954). Motivation and Personality. Harper & Row.
  2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (2022). Laporan Tahunan KPK.
  3. Habermas, J. (1996). Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy. MIT Press.
  4. Greenleaf, R. K. (1977). Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness. Paulist Press.
  5. Ahmad, F. (2023). Social Media and Democratic Participation. International Journal of Politics and Communication.

BAHAGIAKAN GURUMU, HIDUPMU AKAN BERKAH: MENGHARGAI SANG PENCETAK GENERASI BANGSA


 Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com

 

Pendidikan merupakan pilar utama kemajuan suatu bangsa, dan guru adalah tokoh utama di dalamnya. Sebagai sosok yang tak kenal lelah mendidik, mengajar, dan membimbing, guru memainkan peran penting dalam membentuk generasi yang cerdas, bermoral, dan berdaya saing tinggi. “Bahagiakan gurumu, hidupmu akan berkah” bukanlah sekadar ungkapan biasa, tetapi nasihat yang penuh makna dan relevan dalam konteks membangun kehidupan yang sukses dan bermakna. Artikel ini akan menguraikan pentingnya menghargai guru, baik dalam konteks agama, sosial, maupun akademik, dan bagaimana penghargaan terhadap mereka dapat mendatangkan keberkahan dalam kehidupan.

Penghargaan terhadap Guru dalam Perspektif Agama Islam

Berbagai agama mengajarkan pentingnya menghormati dan memuliakan guru. Dalam Islam, misalnya, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa guru layaknya "orang tua kedua" karena tugasnya yang berat dalam mendidik. Adanya hadis yang menyebutkan “barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim) menegaskan bahwa peran guru sangat penting dalam membimbing jalan ilmu, yang merupakan jalan menuju kemuliaan. Dalam Islam, guru dianggap sebagai figur yang sangat istimewa, dengan peran yang begitu mulia dalam membimbing umat menuju pengetahuan, akhlak, dan kecintaan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW menempatkan ilmu sebagai cahaya kehidupan dan menegaskan bahwa seseorang yang berilmu lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah SWT. Dalam pandangan Islam, menghormati guru bukan hanya sekadar sopan santun, tetapi merupakan ibadah dan jalan untuk meraih keberkahan hidup.

Para ulama dan cendekiawan Muslim sejak dahulu selalu mengajarkan bahwa guru adalah orang yang menunjukkan jalan bagi murid, memberikan wawasan yang melampaui batas materi, serta menuntun untuk memahami kebenaran. Dengan prinsip ini, Islam mewajibkan kita untuk bersikap hormat, memuliakan, dan menghargai guru, karena mereka adalah pewaris para nabi. Di dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak orang yang berilmu di antara kami” (HR. Ahmad). Hadis ini menegaskan betapa mulianya menghormati orang yang berilmu, terutama para guru.

Menghargai guru berarti juga menghargai ilmu yang mereka bawa. Sikap hormat kepada mereka menjadi pintu untuk memahami nilai-nilai akhlak, adab, serta jalan menuju ridha Allah. Penghargaan ini tidak sekadar diungkapkan melalui kata-kata, tetapi melalui tindakan, seperti mendengarkan dengan khidmat, mentaati bimbingan mereka, dan menerapkan ilmu yang diajarkan. Dalam tradisi Islam, orang yang menghargai guru akan diliputi oleh keberkahan dalam segala aspek kehidupannya, karena mereka telah menjalankan salah satu amalan mulia dalam Islam.

Dengan demikian, penghargaan terhadap guru dalam perspektif Islam adalah fondasi dari keberkahan hidup. Bukan hanya mendapat ilmu, tetapi juga menciptakan relasi yang berlandaskan rasa hormat, adab, dan keikhlasan. Islam mengajarkan kita bahwa ilmu adalah cahaya, dan guru adalah lentera yang menuntun kita kepada cahaya tersebut. Semoga penghormatan kepada guru menjadi jalan bagi kita untuk meraih kehidupan yang lebih beradab, sejahtera, dan diberkahi.

Mengapa Menghargai Guru adalah Kunci Keberhasilan

Para ahli pendidikan dan psikologi setuju bahwa menghargai guru dapat membawa dampak positif bagi murid. Menurut Anderson (2022), penghargaan terhadap guru akan meningkatkan motivasi belajar dan semangat berprestasi siswa. Dalam kondisi dimana hubungan murid dan guru berjalan baik, suasana belajar yang kondusif tercipta, dan hal ini memungkinkan siswa untuk mengembangkan potensi mereka secara optimal.

Selain itu, menghargai guru adalah bentuk investasi sosial yang penting. Menurut kajian yang dilakukan oleh Smith dan Lathan (2023), penghargaan yang tulus dari siswa dapat meningkatkan kepuasan kerja guru, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas pengajaran. Dalam hal ini, sikap hormat terhadap guru menciptakan lingkaran positif yang membawa keberkahan bagi semua pihak baik guru, siswa, maupun masyarakat.

Menghormati Guru: Bentuk Nyata Penghargaan terhadap Ilmu

Menghargai guru tidak hanya berarti memberi salam atau sekadar mengucapkan terima kasih. Bentuk nyata penghormatan kepada guru dapat diwujudkan dalam tindakan nyata, seperti mendengarkan dengan seksama saat mereka mengajar, mengerjakan tugas dengan baik, dan menunjukkan sikap hormat dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menghargai guru, kita juga menghormati ilmu yang mereka sampaikan, yang merupakan landasan untuk kemajuan diri dan masyarakat.

Sebagai contoh, penelitian dari Education Trust (2023) menunjukkan bahwa siswa yang menghargai dan menghormati guru mereka cenderung memiliki minat yang lebih besar dalam belajar, bahkan terus melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Sikap hormat ini merupakan sikap positif yang dapat membantu seseorang sukses dalam kehidupan pribadi maupun profesional.

Keberkahan dalam Kehidupan Melalui Penghargaan kepada Guru

Konsep keberkahan dalam kehidupan tidak hanya berhubungan dengan materi, tetapi juga kebahagiaan, kesehatan, dan kedamaian batin. Dalam banyak kebudayaan, ada keyakinan bahwa menghormati orang yang telah memberi ilmu, termasuk guru, akan membawa kebaikan dalam hidup. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang menunjukkan bahwa orang yang memiliki rasa hormat terhadap guru dan ilmu cenderung lebih puas dalam kehidupan mereka, memiliki relasi yang positif dengan orang lain, dan lebih jarang mengalami stres (McGill & Hill, 2023).

Keberkahan ini juga berhubungan dengan nilai-nilai karakter. Dalam kehidupan profesional, misalnya, menghargai orang yang lebih berpengalaman (dalam hal ini guru) akan meningkatkan etos kerja dan kemampuan kerja sama dalam tim. Menurut wawasan dari Schwartz (2024), orang-orang yang memahami nilai ilmu dan menghargai pemberinya biasanya lebih dipercaya dalam pekerjaan dan memiliki reputasi baik.

Kontribusi Guru dalam Pembentukan Karakter

Guru tidak hanya menyampaikan ilmu, tetapi juga membantu membentuk karakter siswa. Sikap jujur, tanggung jawab, kerja keras, dan disiplin adalah nilai-nilai yang sering kali diajarkan oleh guru di sekolah. Menghargai guru berarti menghargai nilai-nilai tersebut dan menjadikan mereka bagian dari hidup. Menurut Freire (2022), pendidikan bukan hanya transfer pengetahuan, tetapi juga proses pembentukan manusia yang bermoral dan bertanggung jawab.

Menghargai guru berarti mendukung mereka dalam misi mulia ini. Dengan kata lain, keberkahan dalam hidup tidak hanya datang dari menghormati guru sebagai individu, tetapi juga sebagai upaya menghormati nilai-nilai luhur yang mereka tanamkan. Dalam hal ini, hubungan antara keberkahan hidup dan penghargaan kepada guru sangat erat.

Cara Menghargai Guru di Era Modern

Di era modern yang penuh dengan media digital, penghormatan terhadap guru juga dapat dilakukan dengan cara-cara yang lebih relevan. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan media sosial untuk memberikan apresiasi terhadap kontribusi mereka. Banyak siswa yang menulis pengalaman mereka bersama guru di media sosial atau memberikan ucapan terima kasih di hari guru. Cara ini adalah bentuk penghargaan yang dapat diakses lebih luas dan memberi semangat kepada guru.

Selain itu, menghargai karya guru dalam bentuk apa pun juga merupakan bentuk penghormatan. Misalnya, menghormati penelitian atau publikasi yang dihasilkan oleh guru, bahkan berbagi informasi yang bermanfaat di dunia maya. Dengan cara ini, kontribusi guru lebih dikenal dan dihargai oleh masyarakat luas.

Kesimpulan

Menghargai guru adalah sikap yang bukan hanya menunjukkan rasa terima kasih, tetapi juga memiliki dampak positif terhadap kehidupan. Keberkahan dalam hidup tidak hanya didapatkan dari pencapaian materi atau kebahagiaan sesaat, tetapi juga dari hubungan positif dengan orang-orang di sekitar kita, termasuk guru. Menghormati guru berarti menghargai ilmu, mendukung nilai-nilai kebaikan, dan menyiapkan diri untuk menjadi individu yang sukses dan berkarakter.

Guru adalah pilar yang kuat dalam pendidikan, yang tanpa mereka, bangsa ini tidak akan memiliki generasi yang cerdas dan beradab. Dengan menghargai mereka, kita tidak hanya meraih kesuksesan pribadi, tetapi juga berkontribusi pada kebaikan sosial yang lebih besar. Sejalan dengan pepatah "Bahagiakan gurumu, hidupmu akan berkah," marilah kita mengingat bahwa dukungan kita kepada mereka adalah landasan bagi kehidupan yang lebih bermakna dan penuh berkah. Semoga artikel singkat ini memberikan inspirasi dan rmanfaat untuk kita semua. Salam ilmiah! (NH) 

Daftar Pustaka

  • Anderson, P. (2022). Teachers and Student Relationships: Effects on Learning and Motivation. Cambridge Journal of Education.
  • Education Trust. (2023). Impact of Student Attitudes Towards Teachers on Educational Outcomes. Washington, D.C.
  • Freire, P. (2022). Education and the Practice of Freedom. New York: Continuum.
  • McGill, R., & Hill, J. (2023). Psychological Benefits of Respectful Student-Teacher Relationships. Journal of Positive Psychology.
  • Schwartz, K. (2024). Reputation and Character Building in Professional Life. Harvard Business Review.
  • Smith, A., & Lathan, D. (2023). Teacher Appreciation and its Impact on Classroom Dynamics. Journal of Educational Research.

Senin, 18 November 2024

PANDANGAN GEN Z TERHADAP DUNIA FASHION: ANTARA EKSPRESI DIRI DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL

 


Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com

 

Dunia fashion telah berkembang pesat dalam dekade terakhir, dan dengan kehadiran Gen Z, muncul perubahan besar dalam pandangan terhadap mode. Generasi Z, yang mencakup mereka yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, memiliki cara pandang yang unik terhadap fashion. Bagi Gen Z, fashion tidak hanya menjadi sarana untuk tampil trendi, tetapi juga menjadi medium untuk menyuarakan identitas, keprihatinan sosial, dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Di era digital yang penuh informasi, generasi ini tumbuh dengan kesadaran akan pentingnya keaslian dan keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk fashion. Artikel ini mengulas bagaimana Gen Z memandang fashion melalui perspektif ekspresi diri, tanggung jawab lingkungan, dan keterlibatan sosial.

Ekspresi Diri sebagai Identitas Utama dalam Fashion

Fashion bagi Gen Z bukan sekadar cara untuk mengikuti tren atau tampil menarik; fashion telah menjadi alat ekspresi diri yang autentik. Dalam survei oleh Business of Fashion (2023), 85% responden Gen Z menyatakan bahwa mereka memilih pakaian yang mencerminkan kepribadian dan pandangan hidup mereka. Ketimbang mengikuti tren semata, generasi ini cenderung mencari gaya yang unik, sesuai dengan nilai-nilai personal mereka. Gaya berpakaian yang berbeda-beda dalam kelompok Gen Z menunjukkan kecenderungan untuk merayakan keragaman dan inklusivitas, memperlihatkan bahwa fashion bagi mereka lebih tentang menonjolkan kepribadian daripada sekadar mengikuti mode populer.

Gen Z lebih terbuka terhadap gaya yang menggabungkan berbagai elemen budaya. Misalnya, mereka banyak mengadopsi pakaian dengan elemen budaya lokal maupun gaya retro, yang dihadirkan kembali dengan sentuhan modern. Menurut studi oleh Harvard Business Review (2022), keterbukaan ini didorong oleh keinginan untuk menonjolkan sisi unik dari setiap individu, sehingga identitas pribadi terlihat lebih kuat dan autentik.

Kesadaran Lingkungan dan Mode Berkelanjutan

Gen Z dikenal dengan kepedulian yang tinggi terhadap isu-isu lingkungan, dan hal ini tercermin dalam preferensi fashion mereka. Menghadapi krisis lingkungan global, generasi ini lebih selektif dalam memilih produk fashion yang ramah lingkungan. Gen Z memahami dampak besar industri fashion terhadap lingkungan, seperti penggunaan air yang berlebihan, emisi gas rumah kaca, dan limbah tekstil yang masif. Oleh karena itu, mereka mendukung konsep mode berkelanjutan, termasuk thrifting atau membeli pakaian bekas, upcycling, dan memilih merek yang mengutamakan bahan-bahan daur ulang.

Laporan dari Fashion Revolution (2022) menyebutkan bahwa 73% Gen Z di seluruh dunia lebih memilih membeli pakaian dari merek yang menerapkan praktik mode berkelanjutan. Pilihan mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti transparansi perusahaan, keberlanjutan bahan, dan dampak sosial yang ditimbulkan oleh produk tersebut. Bahkan, beberapa dari mereka lebih memilih untuk mengurangi frekuensi pembelian pakaian baru demi mendukung prinsip minimalisme dan keberlanjutan. Dengan demikian, Gen Z telah menjadi pendorong utama bagi perusahaan fashion untuk mengubah model bisnis mereka menuju konsep yang lebih ramah lingkungan.

Keterlibatan Sosial dalam Fashion

Selain keprihatinan terhadap lingkungan, Gen Z juga memperhatikan isu-isu sosial dalam memilih produk fashion. Mereka menginginkan merek fashion yang tidak hanya memproduksi pakaian, tetapi juga berkomitmen untuk berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Menurut data dari McKinsey (2023), 67% Gen Z mengaku lebih menyukai merek yang berpartisipasi dalam isu-isu sosial, seperti hak asasi manusia, kesejahteraan pekerja, dan kesetaraan gender.

Fashion telah menjadi platform bagi Gen Z untuk menyuarakan dukungan mereka terhadap berbagai gerakan sosial. Melalui fashion, mereka menunjukkan solidaritas mereka terhadap isu-isu seperti Black Lives Matter, hak LGBTQ+, dan kesejahteraan tenaga kerja dalam industri fashion. Brand-brand yang menampilkan kepekaan terhadap isu sosial, seperti menjalankan program kesejahteraan pekerja atau menyumbangkan sebagian keuntungan kepada masyarakat, mendapatkan tempat khusus di hati Gen Z. Dengan demikian, fashion bagi mereka bukan hanya tentang keindahan tampilan, tetapi juga media untuk memajukan keadilan sosial.

Pengaruh Media Sosial dan Fenomena ‘Fast Fashion’

Keberadaan media sosial, terutama Instagram, TikTok, dan Pinterest, sangat berpengaruh dalam membentuk pandangan Gen Z terhadap dunia fashion. Di platform ini, mereka dapat berinteraksi langsung dengan tren mode global, berbagai influencer, dan brand-brand yang sesuai dengan nilai-nilai mereka. Namun, meskipun media sosial memungkinkan akses cepat terhadap tren, Gen Z semakin sadar akan dampak negatif dari ‘fast fashion’ yang kerap dipromosikan di media sosial.

Fast fashion adalah fenomena produksi massal pakaian murah yang diperbarui dengan cepat agar selalu mengikuti tren. Meski terjangkau dan mudah diakses, fast fashion menyebabkan krisis lingkungan karena limbahnya yang tinggi. Generasi Z semakin sadar akan dampak ini dan cenderung berpaling ke merek yang lebih berkelanjutan, meskipun pilihan tersebut membutuhkan biaya lebih. Menurut penelitian dari The Guardian (2023), sekitar 60% Gen Z lebih memilih untuk menghabiskan uang mereka pada produk fashion yang diproduksi secara etis dibandingkan fast fashion yang murah.

Masa Depan Fashion di Mata Gen Z

Dengan nilai-nilai yang mereka pegang, Gen Z diprediksi akan mengarahkan dunia fashion menuju perubahan besar dalam beberapa dekade ke depan. Tren fashion yang lebih etis, berkelanjutan, dan inklusif akan terus tumbuh seiring dengan meningkatnya kesadaran generasi ini. Brand fashion harus mengakomodasi kebutuhan Gen Z dengan meningkatkan transparansi, memperbaiki kesejahteraan pekerja, dan mengurangi dampak lingkungan.

Fashion juga akan semakin menjadi sarana komunikasi sosial, di mana generasi ini dapat menyuarakan pandangan, identitas, dan solidaritas mereka terhadap isu-isu global. Dalam konteks ini, fashion berperan sebagai jembatan antara individu dan komunitas, membentuk suatu kebudayaan baru yang mendorong perubahan sosial yang positif.

Kesimpulan

Pandangan Gen Z terhadap fashion mencerminkan perubahan besar dalam industri ini. Mereka melihat fashion sebagai sarana ekspresi diri, alat untuk memperjuangkan keberlanjutan lingkungan, dan media untuk mendukung isu-isu sosial. Dengan pendekatan yang berfokus pada keaslian, tanggung jawab lingkungan, dan keterlibatan sosial, Gen Z telah mengubah fashion menjadi lebih dari sekadar gaya hidup menjadikannya simbol perubahan. Gen Z menunjukkan bahwa fashion bukan hanya soal pakaian yang dipakai, tetapi juga bagaimana kita mempengaruhi dunia melalui pilihan-pilihan yang kita buat.

Fashion kini bergerak menuju era yang lebih bermakna, dengan prinsip keberlanjutan dan keadilan sosial sebagai nilai utama yang dipegang generasi masa depan. Gen Z menunjukkan bahwa dukungan terhadap fashion yang etis dan inklusif adalah salah satu bentuk kontribusi nyata terhadap dunia, sebuah bukti bahwa perubahan yang mereka usung mampu menjadikan fashion sebagai kekuatan transformasi global. Semoga artikel singat ini bisa bermanfaat dan menginspirasi teman-teman Gen Z semua, tetap semangat, salam ilmiah! (NH)

DAFTAR ARTIKEL

BELAJAR, BERILMU, BERAMAL & BERIBADAH "Integritasmu Adalah Masa Depanmu" Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M E-mail : nurul.hud...