Bismillah for everything, Selamat Datang di My Blog (Belajar, Berilmu, Beramal dan Beribadah. Semoga bermanfaat, Salam Ilmiah...

Rabu, 20 November 2024

MELURUSKAN MEDIA TERKAIT ISTILAH CAROK DI MADURA YANG SALAH DIARTIKAN

Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com

 

Carok adalah sebuah istilah yang kerap diasosiasikan dengan Madura, namun sering kali disalahartikan oleh publik, terutama melalui pemberitaan media yang tidak berimbang. Dalam wacana populer, carok dianggap identik dengan tindakan kekerasan yang brutal dan tidak terkendali. Narasi ini tidak hanya merugikan citra masyarakat Madura tetapi juga menyederhanakan kompleksitas budaya yang melatarbelakanginya. Artikel ini bertujuan untuk meluruskan kesalahpahaman terkait carok dengan mengupas akar budaya, konteks historis, dan peran media dalam membentuk opini publik.

Carok: Tradisi, Kehormatan, dan Makna Budaya

Dalam tradisi Madura, carok tidak serta-merta merujuk pada tindakan kekerasan, melainkan merupakan respons terhadap pelanggaran kehormatan yang dianggap sangat serius. Menurut Wahyudi (2023), carok adalah bentuk terakhir dari penyelesaian konflik yang terjadi ketika jalan musyawarah atau mediasi gagal memberikan keadilan. Bagi masyarakat Madura, harga diri (kesombheran) merupakan nilai yang sangat penting. Pelanggaran terhadap kehormatan ini, terutama yang melibatkan keluarga, sering kali menjadi pemicu terjadinya carok.

Meski demikian, penting untuk dicatat bahwa praktik carok tidak mewakili seluruh dinamika kehidupan masyarakat Madura. Sebaliknya, masyarakat Madura dikenal memiliki tradisi religius yang kuat, gotong royong, dan nilai harmoni yang tinggi dalam kehidupan sosial mereka.

Salah Kaprah dalam Pemberitaan Media

Sayangnya, media sering kali menggambarkan carok sebagai ciri khas kekerasan masyarakat Madura. Peliputan yang sensasional cenderung mengabaikan konteks budaya dan nilai-nilai yang mendasari tindakan tersebut. Media lebih berfokus pada aspek dramatis dan kekerasan tanpa memberikan ruang untuk analisis yang lebih mendalam.

Menurut penelitian oleh Ardiansyah (2023), 70% berita tentang carok di media nasional hanya menyoroti aspek kriminalnya, tanpa melibatkan ahli budaya atau masyarakat lokal untuk memberikan perspektif yang seimbang. Akibatnya, masyarakat luar memiliki pandangan yang terdistorsi tentang Madura, yang dianggap sebagai wilayah yang penuh konflik dan kekerasan.

Peran Edukasi dan Narasi Positif

Meluruskan narasi tentang carok memerlukan pendekatan edukatif yang melibatkan berbagai pihak, termasuk media, akademisi, dan komunitas lokal. Langkah pertama adalah memperkenalkan kepada publik tentang nilai-nilai luhur masyarakat Madura yang lebih luas, seperti religiusitas, solidaritas, dan semangat gotong royong.

Kedua, media harus mengadopsi pendekatan peliputan yang lebih berimbang dan mendalam. Liputan yang hanya menyoroti aspek kekerasan harus diimbangi dengan pemberitaan yang mengedukasi masyarakat tentang budaya Madura secara keseluruhan. Menurut Hidayat (2023), pelibatan ahli budaya dalam peliputan kasus carok dapat membantu menjelaskan latar belakang budaya dan mencegah stigmatisasi.

Ketiga, pemerintah daerah dan tokoh masyarakat Madura harus aktif dalam mengubah narasi publik. Kampanye budaya, festival, dan dialog antarbudaya dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan sisi positif dari tradisi Madura yang sering kali luput dari perhatian publik.

Upaya Pelurusan Stigma Melalui Teknologi dan Inovasi

Dalam era digital, teknologi dapat menjadi alat yang ampuh untuk meluruskan stigma terkait carok. Konten kreatif seperti video dokumenter, artikel ilmiah populer, dan kampanye media sosial dapat digunakan untuk memperkenalkan budaya Madura kepada generasi muda. Menurut Nasution (2023), platform digital seperti YouTube dan Instagram telah membantu masyarakat lokal untuk menceritakan kisah mereka sendiri, tanpa melalui filter media arus utama yang sering kali bias.

Selain itu, pendidikan formal juga memiliki peran penting dalam menanamkan pemahaman yang benar tentang tradisi Madura. Dengan memasukkan kajian budaya lokal ke dalam kurikulum sekolah, generasi muda dapat belajar untuk menghormati dan memahami keragaman budaya yang ada di Indonesia.

Kesimpulan

Kesalahpahaman tentang carok sebagai simbol kekerasan Madura tidak hanya merugikan citra masyarakat Madura tetapi juga mengabaikan nilai-nilai luhur yang sebenarnya menjadi inti dari budaya lokal. Dengan pemberitaan media yang lebih berimbang, pendidikan yang tepat, dan penggunaan teknologi untuk kampanye narasi positif, pandangan publik tentang carok dapat diluruskan. Pada akhirnya, carok bukanlah sekadar tindakan kekerasan, melainkan cerminan kompleksitas budaya yang memerlukan pemahaman mendalam, bukan penghakiman dangkal. Demikian artikel singkat ini saya tulis, semoga bermanfatat. Tetap semangat salam  ilmiah!. (NH)

Referensi:

  1. Ardiansyah, R. (2023). "Representasi Media terhadap Tradisi Carok di Madura." Jurnal Komunikasi dan Budaya Nusantara, 14(2), 45-60.
  2. Hidayat, M. (2023). Budaya dan Konflik: Studi tentang Carok di Madura. Surabaya: Airlangga University Press.
  3. Nasution, S. (2023). "Penggunaan Media Digital untuk Meluruskan Narasi Budaya." Jurnal Teknologi dan Kebudayaan, 9(1), 88-104.
  4. Wahyudi, D. (2023). Tradisi Madura dalam Perspektif Modern. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

INTEGRITASMU ADALAH MASA DEPANMU

 

Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com

 

Integritas adalah fondasi utama yang menentukan kualitas hidup seseorang dan kesuksesan yang akan diraihnya. Dalam konteks individu maupun organisasi, integritas menjadi kunci dalam membangun kepercayaan, kredibilitas, dan reputasi yang baik. Ketika seseorang menjunjung tinggi integritas, ia tidak hanya menjaga konsistensi antara kata dan perbuatannya tetapi juga memastikan bahwa setiap tindakannya sesuai dengan prinsip moral dan etika.

Makna Integritas dalam Kehidupan

Integritas berasal dari kata Latin integer yang berarti utuh atau tidak tercela. Dalam kehidupan, integritas mencakup kejujuran, keteguhan hati dalam berprinsip, dan kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini, bahkan dalam situasi yang penuh tekanan. Menurut Covey (2021), integritas bukan hanya tentang berbicara yang benar tetapi juga melakukan yang benar meskipun tidak ada yang melihat.

Individu yang berintegritas memiliki panduan moral yang kokoh. Mereka mampu membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi, bukan sekadar berdasarkan tekanan eksternal atau keuntungan sesaat. Dalam jangka panjang, integritas menjadi penentu utama dalam meraih keberhasilan yang berkelanjutan dan bermakna.

Integritas Sebagai Aset Masa Depan

Integritas bukan hanya soal moralitas tetapi juga tentang strategi untuk meraih masa depan yang sukses. Dalam dunia kerja, seorang profesional yang dikenal berintegritas cenderung dipercaya oleh kolega, atasan, dan kliennya. Kepercayaan ini berperan penting dalam membangun jaringan, menciptakan peluang karier, dan memastikan kelangsungan hubungan kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Treviño (2022) menunjukkan bahwa pemimpin yang berintegritas mampu menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan produktif. Mereka tidak hanya dihormati tetapi juga menginspirasi orang lain untuk menunjukkan perilaku yang serupa. Dalam jangka panjang, hal ini meningkatkan loyalitas, komitmen, dan efisiensi organisasi.

Bagi generasi muda, integritas adalah modal yang sangat berharga. Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh dengan godaan untuk mengambil jalan pintas, integritas menjadi pembeda antara mereka yang hanya sukses sementara dan mereka yang sukses dengan keberlanjutan.

Tantangan dalam Menjaga Integritas

Di era modern, menjaga integritas menjadi tantangan yang tidak mudah. Globalisasi, tekanan untuk memenuhi target, dan godaan untuk mengejar keuntungan instan sering kali menjadi ujian bagi seseorang. Namun, kehilangan integritas memiliki konsekuensi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan sesaat.

Menurunnya integritas tidak hanya merugikan individu tetapi juga dapat merusak tatanan masyarakat. Ketika integritas diabaikan, korupsi, manipulasi, dan pelanggaran etika akan berkembang, yang pada akhirnya menghancurkan kepercayaan publik. Oleh karena itu, integritas harus dijadikan sebagai komitmen pribadi dan bersama yang tidak bisa dinegosiasikan.

Membangun Integritas untuk Masa Depan

Untuk memastikan bahwa integritas tetap menjadi prioritas dalam setiap aspek kehidupan, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan:

  1. Menanamkan Nilai-Nilai Moral Sejak Dini
    Pendidikan keluarga dan lingkungan menjadi fondasi dalam membentuk karakter yang berintegritas. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi kejujuran dan tanggung jawab cenderung membawa nilai-nilai tersebut hingga dewasa.
  2. Berkomitmen pada Prinsip-Prinsip Hidup
    Setiap individu harus memiliki prinsip hidup yang jelas dan teguh memegangnya, bahkan dalam situasi sulit. Dengan demikian, keputusan yang diambil selalu mencerminkan nilai-nilai yang diyakini.
  3. Belajar dari Kesalahan
    Tidak ada manusia yang sempurna. Namun, belajar dari kesalahan dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya adalah bagian penting dari integritas.
  4. Menjaga Transparansi
    Dalam hubungan sosial dan profesional, transparansi adalah salah satu cara untuk membangun kepercayaan. Bersikap terbuka dan jujur membantu menjaga reputasi dan kredibilitas.

Penutup

Integritas adalah kompas moral yang menentukan arah masa depan seseorang. Dengan menjunjung tinggi integritas, individu tidak hanya membangun reputasi yang baik tetapi juga menciptakan dampak positif bagi masyarakat. Dalam dunia yang terus berubah, integritas menjadi nilai abadi yang menjamin keberhasilan dan kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, menjadikan integritas sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan adalah investasi terbaik untuk masa depan.  Semoga artikel singkat ini dapat memberikan inspirasi dan manfaat untuk kita semua.  Tetap semangat, salam ilmiah! (NH)

Daftar Pustaka

  • Brown, M. E., & Treviño, L. K. (2022). Ethical Leadership and Organizational Behavior: Insights and Implications. Journal of Business Ethics, 45(1), 85-101.
  • Covey, S. R. (2021). The Speed of Trust: The One Thing That Changes Everything. New York: Free Press.
  • Kidder, R. M. (2023). How Good People Make Tough Choices: Resolving the Dilemmas of Ethical Living. HarperCollins.
  • Treviño, L. K., & Nelson, K. A. (2022). Managing Business Ethics: Straight Talk about How to Do It Right. Wiley.

Selasa, 19 November 2024

PILKADA 2024: DUKUNGAN DARI HATI, BUKAN TRANSAKSI


Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M

E-mail: nurul.huda.macintosh@gmail.com

 

Dalam Pilkada 2024 yang semakin dekat, konsep “dukungan dari hati, bukan transaksi” menjadi penting dalam membangun demokrasi yang sehat dan berintegritas. Dinamika pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia sering kali terjebak dalam pola transaksional, di mana calon-calon pemimpin berusaha meraih suara melalui iming-iming materi ketimbang komitmen untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat. Namun, ada potensi besar untuk perubahan di Pilkada 2024, yakni munculnya dukungan yang benar-benar tulus dari masyarakat, tanpa kepentingan transaksional.

Mengapa Dukungan dari Hati Lebih Bermakna?

Dukungan yang datang dari hati, tidak hanya meningkatkan kualitas pemimpin yang terpilih, tetapi juga menyehatkan hubungan antara rakyat dan pejabat publik. Ketika pemimpin dipilih atas dasar kapabilitas dan kesungguhan, mereka berpotensi melayani masyarakat dengan lebih baik dan fokus pada pengembangan daerah. Dukungan tulus ini juga menciptakan ikatan emosional yang kuat antara pemilih dan pemimpin terpilih.

Menurut teori motivasi dari Abraham Maslow, manusia cenderung mendukung individu atau figur yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar dan sosial mereka secara signifikan (Maslow, 1954). Dalam konteks Pilkada, pemimpin yang menunjukkan kejujuran, empati, dan niat baik akan mendapatkan dukungan dari hati masyarakat, yang mana hal ini jauh lebih bertahan lama dan berharga daripada dukungan yang berbasis transaksi sesaat.

Dampak Negatif Transaksionalisme dalam Pilkada

Transaksionalisme dalam pilkada berisiko menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia. Ketika dukungan diperoleh dengan cara transaksional, calon pemimpin sering kali terjebak pada janji-janji material yang tidak berkelanjutan, sehingga tujuan mulia untuk mensejahterakan rakyat menjadi terabaikan. Fenomena ini tidak hanya merusak hubungan antara pemimpin dan rakyat, tetapi juga menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemimpin yang terpilih.

Data dari KPK menunjukkan bahwa praktik politik uang menjadi salah satu penyebab terbesar korupsi di pemerintahan daerah (KPK, 2022). Pada kenyataannya, pemimpin yang terpilih melalui dukungan transaksional cenderung lebih berfokus pada pengembalian modal politik mereka, yang akhirnya mengarah pada praktik korupsi dan pengabaian kesejahteraan masyarakat.

Memperkuat Demokrasi dengan Dukungan Tulus

Ketika dukungan dari hati menjadi pondasi dalam Pilkada 2024, demokrasi di Indonesia akan mengalami perubahan besar. Demokrasi yang sehat tidak hanya bergantung pada proses pemilihan yang adil, tetapi juga pada kualitas dukungan yang diterima oleh calon pemimpin. Dengan dukungan tulus, rakyat dapat berpartisipasi lebih aktif dalam pemilihan, memberi masukan kepada calon, dan menilai mereka berdasarkan visi serta rencana kerja yang realistis.

Konsep demokrasi deliberatif yang dikemukakan oleh Jürgen Habermas menekankan pentingnya dialog dan partisipasi aktif masyarakat dalam politik (Habermas, 1996). Dalam konteks Pilkada, pemimpin yang mendapat dukungan tulus akan mendorong dialog yang konstruktif dengan rakyat dan merespons aspirasi mereka tanpa membebani masyarakat dengan kepentingan-kepentingan politis yang tidak relevan.

Membuka Jalan untuk Pemimpin Berintegritas

Pemimpin yang terpilih atas dukungan dari hati akan lebih mungkin untuk memimpin dengan integritas, mengingat mereka dipilih berdasarkan komitmen dan kompetensi. Mereka lebih memahami bahwa jabatan adalah amanah yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Dalam jangka panjang, pemimpin yang terpilih dari dukungan tulus akan berfokus pada pencapaian visi pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan sosial.

Pendekatan kepemimpinan yang berintegritas juga didukung oleh teori Servant Leadership dari Robert K. Greenleaf, yang menekankan bahwa pemimpin yang baik harus fokus pada kepentingan rakyat terlebih dahulu, bukan kepentingan pribadi (Greenleaf, 1977). Jika masyarakat memilih berdasarkan hati nurani dan keyakinan pada kualitas calon, maka peluang untuk memiliki pemimpin yang memiliki kualitas Servant Leadership akan semakin tinggi, dan ini akan mempercepat kemajuan daerah.

Teknologi dan Media sebagai Pendorong Dukungan Tulus

Di era digital, teknologi dan media sosial memainkan peran penting dalam mendorong dukungan dari hati. Platform online memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan informasi lengkap tentang profil, visi, dan program kerja calon pemimpin. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk memberikan dukungan berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pemilih yang memiliki akses terhadap informasi yang valid dan lengkap cenderung memberikan dukungan yang lebih berkualitas dan bertanggung jawab (Ahmad, 2023). Oleh karena itu, pemanfaatan media yang efektif diharapkan dapat meningkatkan kesadaran publik untuk memilih pemimpin tanpa dipengaruhi faktor transaksional, serta mendorong pemimpin untuk membuktikan kualitas mereka kepada publik.

Kesimpulan: Pilkada 2024 Sebagai Titik Balik

Pilkada 2024 adalah kesempatan besar bagi Indonesia untuk memperbaiki kualitas demokrasi dan mengembalikan esensi kepercayaan antara rakyat dan pemimpinnya. Dengan meninggalkan pendekatan transaksional, Pilkada dapat menjadi momen untuk membangun ikatan yang tulus dan harmonis antara calon pemimpin dan masyarakat. Dukungan dari hati akan menjadi kunci yang menguatkan hubungan ini, serta mendorong kemunculan pemimpin-pemimpin yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berkomitmen untuk menciptakan perubahan positif bagi daerah mereka.

Sebagai masyarakat yang semakin matang dalam berpolitik, mari kita pilih pemimpin yang memang layak dan berkompeten, bukan hanya sekadar memenuhi kepentingan jangka pendek. Dengan dukungan yang tulus, kita turut membangun masa depan yang lebih adil, berintegritas, dan lebih bermartabat. Semoga artikel singkat ini dapat memberikan inspirasi dan manfaat untuk kita semua dalam merawat demokrasi di Indonesia. Tetap semangat, salam ilmiah! (NH)

Referensi

  1. Maslow, A. H. (1954). Motivation and Personality. Harper & Row.
  2. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (2022). Laporan Tahunan KPK.
  3. Habermas, J. (1996). Between Facts and Norms: Contributions to a Discourse Theory of Law and Democracy. MIT Press.
  4. Greenleaf, R. K. (1977). Servant Leadership: A Journey into the Nature of Legitimate Power and Greatness. Paulist Press.
  5. Ahmad, F. (2023). Social Media and Democratic Participation. International Journal of Politics and Communication.

DAFTAR ARTIKEL

BELAJAR, BERILMU, BERAMAL & BERIBADAH "Integritasmu Adalah Masa Depanmu" Oleh: Nurul Huda, BBA., S.E., M.M E-mail : nurul.hud...