Bismillah for everything, Selamat Datang di My Blog (Belajar, Berilmu, Beramal dan Beribadah. Semoga bermanfaat, Salam Ilmiah...

Kamis, 20 Juni 2019

Konflik Kepentingan PPDB (1)

Gerbang Sekolah
Musim penerimaan siswa baru seperti ini memang menjadi musim yang panas di sekolah.Setiap sekolah selalu berusaha menaikkan citranya. Sekolah yang punya nama besar akan dengan bangga menyampaikan bahwa hanya sedikit siswa yang mereka terima dibandingkan dengan ribuah pendaftar seluruhnya. Sedangkan sekolah-sekolah pinggiran hanya pantas berebut "sisa" atau"muntahan" dari sekolah-sekolah di kota. Pertanyaannya, masih layakkah sistem penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah yang ada sekarang ini?
Sejatinya, Sekolah memang selalu berlomba untuk meningkatkan standarnya. Salah satu cara pintas yang dianggap oleh beberapa sekolah untuk mencapai hal tersebut adalah dengan memperketat gerbang (tes masuk sekolah) mereka dengan menambah banyak, dan bobot soal/persyaratan yang digunakan. Mereka menganggap bahwa jika input yang masuk di sekolah (dengan berbagai macam penyaringan) adalah input yang bagus, maka output yang di harapkan bisa terealisasi dengan mudah. dan semakin kacau output yang didapatkan, output sekolah ke depan juga tidak akan bisa diharapkan. Benarkah demikian?


Sekarang pikirkan. Jika kita menganggap bahwa guru adalah orang tua, maka harusnya sekolah  adalah rumah, dan siswa-siswa tentulah adalah anak-anaknya. Lantas orang tua macam apa yang memilih anak-anaknya, mana yang boleh masuk dan mana yang tidak boleh masuk dalam rumah. Orang tua macam apa yang memasang jebakan dan rintangan pada gerbang rumahnya agar hanya anak yang pantas yang bisa masuk. Lebih-lebih gerbang (tes masuk) yang digunakan untuk memfilter sering kali hanya berdasar pada tiga mata pelajaran dewa (bahasa, matematika, ipa) yang jelas-jelas tidak merepresentasikan kondisi anak seutuhnya.

Sudah jelas idealnya sekolah bukanlah sebuah perusahaan yang perlu menyaring/menyeleksi karyawannya demi profit yang akan diperolehnya. Sekolah juga bukanlah tempat bekerja bagi para siswa yang harus dihitung untung rugi dalam penerimaan mereka di sekolah. Sekolah bukan lembaga yang mengutamakan profit sehingga harus menjaring siswa yang mampu memberikan "omset" lebih bagi sekolah. Dengan demikian sungguh tidak pantas menyeleksi siswa untuk meningkatkan standar sekolah yang sering kali ujung-ujungnya sebagai alat pencitraan sekolah semata.

Tes IQ biasanya menjadi tes yang paling sering dijadikan "hades gates"(gerbang neraka) di beberapa sekolah. Tujuannya jelas sebagai penyaring terkuat agar jangan sampai anak "bodoh" yang tidak layak berhasil masuk danditerima di sekolah. Tes IQ ini pada praktiknya kebanyakan hanya melihat logical intelegence dan language intelegence dalam diri seorang siswa. Apa benar hanya dua kecerdasan tersebut, kecerdasan logika dan bahasa yang berperan dalam diri seorang siswa?

Saya masih ingat bagaimana Cristiano Ronaldo menjawab tantangan dari gurunya. Seorang guru pernah bertanya meremehkan pada Ronaldo kecil apa yang akan didapatkannya dari sepak bola, ia menambahkan sepak bola tak akan bisa menghidupinya. Selanjutnya, kita tahu bahwa gurunya salah. Ronaldo bukanlah penyair termasyur atau fisikawan hebat seperti Einstein, tapi ia adalah jenius sepak bola di era ini. Capaian-capaiannya dalam sepak bola tidak akan mudah dilampau oleh orang lainya bahkan hingga beberapa dekade ke depan.

Tes IQ yang ada sekarang ini sudah tidak digunakan lagi di beberapa negara maju. Howard Gardner, guru besar bidang psikologi di Harvard University (yang terkenal dengan teori multiple intelligence) menyatakan bahwa setidaknya ada sembilan jenis intelegensi dalam diri manusia. Inteligensi tersebut tidak dapat dilihat dan diukur dari nilai-nilai yang didapat seseorang dari beberapa tes semata. Inteligensi menurutnya, hanya bisa dilihat ketika orang tersebut menghadapi masalah yang membutuhkan pemecahan, itupun bisa berubah seiring waktu dan bukanlah suatu harga mati.

Lagipula,bukankah sekolah adalah tempat belajar, dan jika memang demikian, bukankah seharusnya mereka yang datang ke sekolah adalah mereka yang masih "bodoh" (belum tau banyak hal) untuk kemudian belajar dan menguasaibeberapa hal (ilmu) yang mereka inginkan. Bukankan akan semakin membanggakan jika sekolah dapat memoles "batu-bara" menjadi "emas".

Ada baiknya jika sekolah mau berbenah diri kearah yang benar, sekolah mulai mempertimbangkan untuk merombak sistem dan proses penerimaan siswa barunya. Daripada membuat tes masuk yang tidak bermanfaat dan cenderung mendiskriminasi anak antara mereka yang layak dengan mereka yang tidak, akan lebih bermanfaat jika sekolah memberikan tes bakat atau potensi siswa.

Dengan demikian nantinya sekolah diharapkan dapat menampung bakat dan potensi semua siswa, bukan malah memendam dan menggantikannya dengan doktrin-doktrin pelajaran dewa. Ada banyak ilmu yang masih layak dipelajari dari pada mata pelajaran dewa yang selama ini menjadi santapan wajib dengan porsi jumbo bagisemua siswa.

Pada akhirnya, gerbang masuk sekolah bukan lah gerbang penuh duri dan kawat tajamyang hanya mengijinkan mereka yang kuat yang layak masuk, melainkan gerbang dengan sembilan pintu yang mampu menarik anak untuk masuk sesuai kemauan dan kemampuannya. Mulailah mencoba untuk meniru selection hat (topi seleksi) difilm Harry Potter.

Sebagai penutup saya ingin mengutip perkataan orang jenius tentang kejeniusan itu sendiri, Einstein pernah berkata "Everybody is a Genius. But if you judge a fish by its ability to climb a Tree, It will live its whole life believing that it is stupid".

Jumat, 05 April 2019

Laporan Kegiatan Pengabdian Masyarakat #1


LAPORAN KEGIATAN 
PENGABDIAN MASYARAKAT


PEMBINAAN PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) SMP KABUPATEN PAMEKASAN UNTUK PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) TINGKAT PROVINSI JAWA TIMUR DI KANTOR DINAS PENDIDIKAN 
KABUPATEN PAMEKASAN






Oleh :

NURUL HUDA, S.E., M.M
NIDN : 2111087703





SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MIFTAHUL ULUM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
SUMENEP
2019



DOKUMENTASI KEGIATAN :
Berfoto Bersama TIM OSP Kabupaten Pamekasan (IPA, IPS & Matematika) Sebelum Memberikan Materi


Tim OSP Kabupaten Pamkekasan (IPA, IPS & Matematika)  Sharing Pendapat Dengan Gama Peraih Medali Perak di Tingkat nasional

TIM IPS memperdalam materi ekonomi #OSP #OSN 2019

TIM IPS memperdalam materi ekonomi #OSP #OSN 2019

TIM IPS memperdalam materi ekonomi #OSP #OSN 2019


TIM IPS memperdalam materi ekonomi #OSP #OSN 2019

TIM IPS memperdalam materi ekonomi #OSP #OSN 2019

TIM IPS memperdalam materi ekonomi #OSP #OSN 2019


Meraih Medali Perak Ditingkat Nasional

Informasi tentang OSN (Olimpade Sains Nasional) click link dibawah ini :
https://hudasemm.blogspot.com/2018/01/olimpiade-sains-nasional.html

Minggu, 26 Agustus 2018

Empu Supo


Riwayat Singkat Empu Supo

empu2

Riwayat Singkat Empu Supo (Raden Joko Supo)
Empu Supa Madrangi alias Raden Joko Supo adalah putra dari Pangeran Sedayu yang memiliki keahlian membuat keris. Mpu Supa Madrangi adalah suami dari Dewi Rasawulan, adik Sunan Kalijaga. Ia adalah Empu (Ahli keris) kerajaan Majapahit yang hidup di sekitar abad ke 15. Karya karyanya yang termasyhur antara lain Keris Kyai Nagasasra, Kyai Sengkelat dan Kyai Carubuk. Sebelum menikah dengan Dewi Rasawulan, Mpu Supa beragama Hindu kemudian memeluk agama Islam setelah berdialog dengan Sunan Kalijaga.
Dalam satu legenda dikisahkan Sunan Kalijaga meminta tolong untuk dibuatkan keris coten-sembelih (pegangan lebai untuk menyembelih kambing). Lalu oleh ia diberikan calon besi yang ukurannya sebesar biji asam jawa. Mengetahui besarnya calon besi tersebut, Empu Supa sedikit terkejut. Ia berkata besi ini bobotnya berat sekali, tak seimbang dengan besar wujudnya dan tidak yakin apakah cukup untuk dibuat keris. Lalu Sunan Kalijaga berkata kalau besi itu tidak hanya sebesar biji asam jawa tetapi besarnya seperti gunung. Karena ampuh perkataan Sunan Kalijaga, pada waktu itu juga besi menjelma sebesar gunung.
Ringkas cerita, besipun kemudian dikerjakan. Tidak lama, jadilah keris, kemudian diserahkan kepada Sunan Kalijaga. Akan tetapi anehnya begitu melihat bentuknya, seketika juga Sunan Kalijaga menjadi kaget, sampai beberapa saat tidak dapat berbicara karena kagum dan tersentuh perasaannya, karena hasil kejadian keris itu berbeda jauh sekali dengan yang dimaksudkan. Maksud semula untuk dijadikan pegangan lebai, ternyata yang dihasilkan keris Jawa (baca Nusantara) asli Majapahit, luk tiga belas. Karena berwarna kemerahan, keris itu dinamakan Kyai Sengkelat (artinya bersemu merah) sedangkan jumlah luknya ada tiga belas.
Lalu Empu Supa diberi lagi besi yang ukurannya sebesar kemiri. Setelah dikerjakan, jadilah sebilah keris mirip pedang suduk (seperti golok atau belati). Begitu mengetahui wujud keris yang dihasilkann, sunan Kalijaga sangat senang hatinya dan dinamakan Kyai Carubuk.
Setelah runtuhnya kerajaan Majpahit, Mpu Supa mengabdikan diri di Kerajaan Demak Bintoro.
Pada suatu hari Sunan Kalijogo hendak pergi ke Cirebon untuk menemui Sunan Gunung Jati. Dalam perjalanan, beberapa santri dan prajurit Demak yang ikut. Termasuk Raden Joko Supo, Ki Ageng Malang Gati, Syeh Nur Samsudin dan Ki Ageng Bantar Bolang.
Perjalanan rombongan Sunan Kalijogo pun sampai di perbatasan Kadipaten Siraung setelah melewati hutan yang bernama Alas Siroban (Sekarang Alas Roban). Adipati Siraung yang belum mengakui Kesultanan Demak tidak mengijinkan rombongan tersebut melewati wilayahnya sehingga Sunan Kalijogo memutuskan bermalam di Timur Wilayah Siraung.
Pada suatu malam Sunan Kalijogo melakukan Sholat malam dan bermunajat pada Sang Khalik, terjadilah peristiwa aneh di mana di bekas tapak kaki Sunan Kalijogo ditemukan besi pamor sebesar buah sawo. Besi tersebut diambil dan diserhkan pada Raden Joko Supo untuk dibuat menjadi sebuah keris. Dengan keahliannya Raden Joko Supo yang dikenal juga sebagai Empu Supo menyelesaikan pembuatan keris dari bahan batu pamor tersebut dan kemudian diserahkan pada Sunan Kalijogo yang memberikan nama pada keris tersbut sebagai keris Kyai Tapak
Keajaiban terjadi lagi, Kadipaten Siraung beserta Adipati dan rakyatnya telah lenyap dan wilayah Siraung menjadi lautan. Sunan Kalijogo lantas memberikan nama etmpat tersebut dengan nama Pemalang dan memerintahkan Ki Ageng Malang Gati untuk memimpin wilayah tersebut disertai Syeh Nur Samsudin dan anggota rombongan yang di minta untuk tinggal di tempat baru tsb. Keris luk 13 yang bernama Kyai Tapak diserahkan kepada Kyai Ageng Malang Gati.
Sampai jaman pendudukan jepang pusaka tsb masih berada di pendopo kabupaten Pemalang.. namun setelah itu tdk lagi diketahui keberadaannya sampai sekarang.
Sunan Kalijogo pun melanjutkan perjalanan beliau ke Cirebon tanpa ada halangan berarti hingga kembali lagi ke Demak Bintoro
Empu Supo melewatkan lebih banyak waktunya di kadilangu memperdalam ilmu agama dan kedigdayaan. Sampai suatu ketika terjadi perpecahan politik antara Ratu Kalinyamat dengan Aryo Panangsang Adipati Jipang Panolan.Rraden Joko Supoyang tidak ingin terlibat di dalam kancah politik memohon petunjuk dari Sunan Kalijogoyang memberikan dawuh,” Supo Jeneng Siro saiki budalo menyang dusun Sumyang jimpe netepo ing papan kono anggawe pusoko lan nunggu dawuh ingsun naliko Wis ono pepadang ing prodjo .” Raden Joko Supo pun bersedia menjalani nya.
Di tempat yang baru tersebut Empu Supo membuat keris yang diberi tulisan nama Dusun Sumyangjimpe dalam aksara Jawa dan kebanyakan didusun tersebut Empu Supo membabar keris yang diberinya ornamen pada bagian gandhik kanan kiri yang dalam pakem keris di kenal sebagai dhapur puthut, baik tanpa luk maupun yang berluk.
Jaman sekarang banyak orang yang membicarakan tentang keris Umyang yang sesungguhnya bersal dari kata Sumyang, namun hanya sedikit orang yang tahu sejarahnya.
Akhirnya perseteruan Politik di Demak berakhir dan tahta jatuh kepada Joko Tingkir menantu Sultan Trenggono (Putera Raden Patah) Hingga suatu ketika pergolakan politik demak berakhir dan tahta jatuh kepada  Joko  Tingkir  menantu Sultan Trenggono yang berkedudukan di Pajang bergelar Sultan Hadi Wijoyo. Raden Joko Supo di perintahkan oleh Sunan Kalijogo untuk mengabdi ke Pajang dengan membawa bukti keris buatannya.
Empu Djoko Supo sowan ke Pajang dgn maksud untuk mengabdi dan menyerahkan bukti Sebilah pusaka, saat itu Sultan Hadi Wijoyo sedang memeriksa seorang tersangka dan terpidana, dgn wasilah pusaka Keris Sumyang jimpe yang dibawa Empu Djoko Supo tersangka tersebut ngomyang (bicara tanpa kendali) dan kasus tersebut selesai karena pengakuan dari tersangka sendiri.
Pisowanan Empu Djoko Supo diterima oleh Sultan Hadi Wijoyo. Keris pusaka beserta Empunya di anugrahi gelar dan nama yang sama yaitu keris Kyai Umyang dan Empu Kyai umyang.
Semoga Bermanfaat.

Daftar Artikel

Belajar, Berilmu, Beramal & Beribadah E-mail : nurul.huda.macintosh@gmail.com Untuk informasi lebih lanjut seputar berbagi ilmu penge...