Bismillah for everything, Selamat Datang di My Blog (Belajar, Berilmu, Beramal dan Beribadah. Semoga bermanfaat, Salam Ilmiah...

Senin, 06 April 2020

Menilai Kinerja Karyawan

Dokpri | Nurul Huda

Beberapa isu penting dalam penilaian kinerja adalah kebenaran dari sistem penilaian, sikap manajer dan karyawan, tujuan, frekuensi, sumber data penilaian dan pelatihan penilai serta metode atau format penilaian. Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000: 67) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan/pegawai  dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Beberapa format penilaian menurut Cascio (1992) difokuskan pada perilaku karyawan, format lainnya membandingkan kinerja karyawan dengan karyawan lainnya (sehingga disebut sistem penilaian relatif) atau mengevaluasi setiap karyawan dalam syarat-syarat standar kinerja tanpa mengacu pada karyawan lainnya (sehingga disebut sistem penilaian absolut). Format penilaian lainnya ditekankan terutama pada apa yang dihasilkan oleh seorang karyawan (sehingga disebut sistem yang berorientasi hasil). Format penilaian yang menggunakan pendekatan orientasi hasil ini adalah management by objectives (MBO).
Untuk menilai kinerja karyawan, perlu tersedia data yang akurat mengenai sejumlah potensi yang dimiliki karyawan sehingga menghasilkan data yang konsisten (terpercaya) dan dianggap benar agar dapat diukur (valid). Sistem penilaian yang terpercaya menghasilkan penilaian yang sama dalam menilaii karyawan bukan hanya pada saat melakukan penilaian, tetapi juga tidak melakukan penilaian secara formal, hasilnya akan sama karena prosedurnya sama dan terpercaya. Untuk itu perlu ada kriteria dan standar kinerja.
Kriteria kinerja harus dikaitkan dengan pekerjaan yang dengan mudah dilakukan melalui analisis jabatan. Kontribusi karyawan terhadap organisasi kemudian dievaluasi berdasarkan kriteria tersebut dan mencapai hasil berdasarkan ketentuan dalam analisis pekerjaan. Kriteria penilaian kinerja yang paling populer menurut Robbins (1996) adalah berdasarkan hasil tugas individual, perilaku dan ciri.
Standar adalah suatu aturan untuk mengukur atau mengevaluasi sesuatu (Bebko & Collella 1994). Standar kinerja harus ditentukan untuk mengukur seberapa baik karyawan berkinerja yang merupakan hasil dari analisis pekerjaan. Menurut Werther & Davis (1989), standar mempunyai dua fungsi, pertama, menjadi target yang diupayakan karyawan. Tantangan atau kebanggaan mencapai tujuan membantu memotivasi karyawan. Sekali standar ditentukan karyawan berusaha menyelesaikan dan merasa berprestasi. Kedua, standar adalah kriteria mengenai pengukuran keberhasilan kerja. Dengan menggunakan standar, kriteria kinerja mempunyai jarak nilai.
Tidak ada format tunggal penilaian kinerja yang dapat digunakan oleh setiap organisasi. Setiap rancangan tergantung pada budaya organisasi. Dengan demikian dimensi pekerjaan karyawan yang akan dinilai tergantung pada budaya organisasi dan jenis serta tingkat pekerjaan dalam organisasi yang bersangkutan. Menurut Ricciardi (1996) dalam Nurfarhati (1999) suatu penilaian kinerja menyeluruh harus mengukur kemampuan menghasilkan output yang benar dengan cara yang benar, tepat waktu dalam satu upaya.
Heneman III et al. (1981) dalan Nurfarhati (1999) mengemukakan empat dimensi pekerjaan, yaitu: (1) kualitas pekerjaan, (2) kuantitas pekerjaan, (3) inisiatif dalam pekerjaan, dan (4) peluang untuk dapat dipromosikan pada tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan menurut Maier (dalam As’ad 1998) kriteria ukuran kinerja seorang karyawan adalah: (1) kualitas, (2) kuantitas, (3) waktu yang dipakai, (4) jabatan yang dipegang, (5) absensi, (6) keselamatan dalam menjalankan tugas pekerjaan. Dan Mitchell & Larson (1991) mengajukan lima bidang kinerja yaitu: (1) kualitas kerja, (2) ketepatan waktu, (3) inisiatif, (4) kapabilitas, dan (5) komunikasi. Sedangkan Benardin et al. (1998) menyebutkan kinerja seseorang dapat dijelaskan melalui enam aspek nilai, yaitu: (1) kuantitas, (2) kualitas, (3) jangka waktu, (4) penghematan biaya, (5) kebutuhan pengawasan, (6) pengaruh interpersonal.
Demikian artikel singkat ini saya tulis, semoga memberikan manfaat. Aamiin.

Persepsi Konsumen Terhadap Pembelian Produk

Dokpri | Nurul Huda

Sebelum melakukan pembelian, dalam benak konsumen telah tergambar berbagai katagori jasa yang dibutuhkan. Sangat memungkinkan terjadinya perubahan pengambilan keputusan jika terdapat informasi yang lebih akurat, yang pada akhirnya akan mengakibatkan perubahan sikap terhadap pengguanan jasa tertentu. Pemasar atau pramuniaga perlu bekerja keras  untuk menyampaikan pesan-pesan mereka kepada konsumen atau pelanggan,  yang intinya untuk memberikan arah bagi konsumen dalam memperoleh  informasi yang diterima dan pada akhirnya akan mengambil keputusan untuk melakukan suatu  tindakan yang didasarkan pada informasi dari berbagai sumber untuk memperkecil resiko yang akan terjadi. Konsumen akan menggunakan jasa tersebut bila dalam diri konsumen sudah mempunyai persepsi terhadap suatu jasa tersebut akan memuaskan informasi.
Pengertian persepsi menurut Bayus dalam Kotler (1993) adalah persepsi seorang individu memilih, pengorganisasian dan menafsirkan masukakan-masukan informasi.
Pengertian persepsi menurut Toha (1995) adalah proses kognitif (pengamatan) yang dialami oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya baik lewat penglihatan, penciuman, pendengaran, penghayatan dan pengamatan.
Dalam aktivitas sehari-hari, pada dasarnya konsumen akan berusaha untuk mengelompokkan informasi dan berbagai sumber sehingga diperoleh pemahaman secara lebih terperinci terhadap informasi yang diterima oleh panca indra.
Badan usaha dalam memasarkan produk hendaknya selalu dikaitkan dengan persepsi konsumen terhadap produk yang kita jual. Hal ini disebabkan karena adanya persepsi yang baik terhadap produk tersebut. Misalnya badan usaha pertokoan yang mempunyai perlengkapan barang (produk) dengan kualitas pelayanan yang maksimal, maka akan dipromosikan dari mulut ke mulut oleh pelanggan. Untuk itu sebaiknya badan usaha baik jasa, dagang maupun industri selalu menjaga citra badan usahanya agar persepsi masyarakat tetap baik. Persepsi menurut Sciffman dan Kanuk dalam Lovelock (1993) adalah : “ Process by and coherent of the word “. Artinya persepsi dapat di defenisikan sebagai proses umum seorang individu memilih, mengkoordinasi dan mengartikan rangsangan dari luar.
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif (pengamatan) dalam penerimaan  rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan oleh panca indera yang kemudian dilakukan pemilihan, pengorganisasian, dan menafsirkan rangsangan yang diterima sampai rangsangan tersebut dimengerti.
Persepsi ini timbul karena adanya pengalaman yang pernah dirasakan individu sebelumnya. Pengalaman dapat diperoleh dari proses belajar. Hasil yang diperoleh dari pengalaman adalah adanya suatu pandangan tertentu terhadap produk atau penilaian tersebut dari jasa yang diberikan. Dalam keadaan yang sama persepsi seseorang terhadap suatu rangsangan dapat berbeda terhadap persepsi orang lain, karena tiap orang tidak sama kebutuhannya, nilai harapan dan kesukaannya. Pemasar perlu memperhatikan citra barang atau jasa yang dipasarkannya agar persepsi yang timbul dapat menjadi sumber informasi yang baik bagi masyarakat.
Perbedaan persepsi terhadap obyek-obyek rangsangan tiap orang disebabkan karena empat macam proses yang berkenaan dengan persepsi, yang menurut Swastha (1996) yaitu :
  1. Selective Exposure
Artinya bahwa persepsi konsumen dipengaruhi oleh pilihan dari apa yang didengarkan dan apa yang dibaca.
  1. Selective Attention
Artinya persepsi yang timbul karena adanya kesadaran yang tinggi terhadap dukungan informasi yang ada dan menghindari dari informasi yang berlawanan.
  1. Selective Comprehension
Artinya persepsi terpengaruh oleh adanya penafsiran informasi yang oleh karenanya harus konsekuen dengan kepercayaan dan sikapnya.
  1. Selective Retention
Artinya persepsi yang mempengaruhi seseorang mengingat pada informasi yang relevan pada keputusan atau sesuai dengan kepercayaan dan sikap yang ada.

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi. Menurut Toha (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses pemilihan persepsi. Adapun faktor tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Intensitas
Prinsipnya intensitas dari suatu perhatian bahwa semakin besar intensitas stimulus dari luar layaknya, semakin besar pula hal ini dapat dipahami.
  1. Ukuran
Bahwa semakin besar ukuran suatu obyek maka semakin mudah untuk dipahami atau dimengerti.
  1. Berlawanan
Stimulus yang berlawanan dengan latar belakangnya atau sekelilingnya.
  1. Pengulangan
Stimulus yang diulang akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan stimulus yang sekali dilihat.
  1. Gerakan
Bahwa orang yang akan memberikan perhatian terhadap obyek yang bergerak dibandingkan dengan obyek diam.
  1. Baru dan Familiar
Bahwa baik stimulus yang baru atau maupun yang sudah dikenal dapat digerakkan sebagai penarik perhatian.
Demikian artikel singkat ini saya tulis, semoga memberikan manfaat.

Pentingnya Komunikasi Dalam Sebuah Organisasi

Dokpri | Nurul Huda
Organisasi sebagai wadah bagi orang-orang dalam memenuhi kebutuhan hidup yang berbeda-beda. Pada dasarnya organisasi merupakan sekumpulan orang-orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan. Didalam kerjasama melibatkan usaha-usaha koordinasi, kerjasama, dan interaksi antar individu yang berbeda-beda. Untuk mencapai usaha tersebut memerlukan interaksi manusia dalam hal ini adalah karyawan perusahaan, organisasi pada umumnya dikembangkan sebagai instrumen bagi pencapaian tujuan-tujuan tertentu dan cenderung muncul dalam situasi, saat orang-orang menyadari manfaat organisasi sebagai jalan terbaik pelaksanaan kegiatan kolektif. Beberapa atribut organisasi adalah :
  1. Organisasi adalah lembaga soial yang terdiri dari sekumpulan orang dengan berbagai pola interaksi yang ditetapkan.
  2. Organisasi dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, oleh karena itu organisasi adalah kreasi sosial yang memerlukan aturan dan kooperasi.
  3. Organisasi secara sadar dikoordinasikan dan dengan sengaja disusun. Kegiatan-kegiatan dibedakan menurut berbagai pola yang logis, koordinasi bagian-bagian tugas yang saling tergantung ini memerlukan penugasan wewenang dan komunikasi.
  4. Organisasi adalah instrumen sosial yang mempunyai batasan-batasan yang secara relatif dapat diidentifikasikan dan keberadaannya mempunyai basis yang relatif permanen.
  5. Ciri-ciri organisasi menurut Schein (1982) yang dikutip Muhammad (2000) adalah memiliki struktur, mempunyai tujuan dan saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan tergantung pada komunikasi manusia untuk mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut.
Pemahaman atas perilaku individu dalam organisasi menjadi semakin penting sebagai bagian dari kegiatan manajemen. Prestasi individu adalah dasar prestasi organisasi, oleh karena itu pemahaman atas perilaku individu adalah hal yang sangat penting bagi pelaksanaan manejemen yang efektif. Ada empat pengaruh penting atas perilaku dan motivasi individu dalam prganisasi yaitu karakteristik individu, motivasi individu, imbalan dan stress (Gibson, Ivancevich & Donnely, 1985 : 2).
Perilaku individu tersebut dibentuk oleh variabel-variabel karakteristik biografis (meliputi variabel-variabel usia, jenis kelamin, status perkawinan, banyaknya tanggungan dan masa kerja), kemampuan, kepribadian dan pembelajaran. Semua variabel ini sangat berpengaruh pada kinerja dan kepuasan karyawan dalam suatu organisasi.
Menurut Kreitner dan Kinicki (1998 : 428) manajemen adalah komunikasi. Setiap fungsi dan aktivitas manajerial selalu melibatkan komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Komunikasi yang efektif sangat berpengaruh terhadap kesuksesan peran manajerial dan organisasi. Kualitas dan komunikasi organisasi juga berperan penting dalam sosialisasi terhadap para karyawan saat organisasi mengalami perubahan. Hasil penelitian (Freen dalam Kreitner dan Kinicki, 1998 : 428) juga menunjukkan bahwa rendahnya ketrampilan berkomunikasi dapat meningkatkan biaya organisasi, yang berarti inefesiensi.
Sementara itu individu-individu didalam organisasi berasal dari lingkungan yang berbeda-beda yang membawa faktor fisiologis, psikologi dan biografi kedalam organisasi. Perbedaan individu ini dilihat dari karakteristiknya dengan menggunakan unsur-unsur dari fisiologi dan psikologis dalam melakukan kegiatan-kegiatan suatu organisasi.
Dari pandangan diatas dapat dikatakan bahwa organisasi dapat mencapai tujuannya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan, dikoordinasi dan dievaluasi dengan melewati proses komunikasi. Mengingat yang melakukan kerja sama dalam organisasi atau perusahaan merupakan sekolompok pelaku yang berupa atasan dan bawahan, juga diantara sesama karyawan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu diperlukan adanya media komunikasi, agar masing-masing individu mengetahui segala kewajiban dan tanggung jawab yang diembannya.
Komunikasi berperan dalam melancarkan kegiatan-kegiatan seperti kegiatan yang dilakukan atasan, interaksi antar karyawan, untuk mengambil keputusan, organisasi memerlukan adanya kepemimpinan, didorong kerjasama orang-orang, adanya berbagai keputusan, usaha-usaha yang terkoordinasi, serta pelaksanaan terkendali (Hicks dan Gullet, 1995). Komunikasi dipandang sebagai suatu proses yang peranannya sangat besar, yaitu komunikasi dapat memperlihatkan suatu perubahan yang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung (Muhammad, 2000) dipandang sebagai alat penyesuaian personil dalam memahami situasi dan masalah.
Untuk mencapai komunikasi yang efektif dalam pemindahan informasi dan kemampuan pemahaman atar individu, antara pengirim dan penerima informasi hendaknya memiliki kesamaan, yaitu mengenai sifat individu, pengalaman. Lingkungan dan latar belakang sosial budaya sehingga dapat menyerap informasi secara tepat kegiatan-kegiatan komunikasi sebagai pelaksanaan dari sistem komunikasi atau program komunikasi khusus dapat diukur sehingga kualitas dan kinerja eksekutif, pejabat dan staf komunikasi dapat diketahui dan bila diperlukan dapat diperbaiki secara sistematik, agar efektivitas dan efisiensi komunikasi dapat meningkat (Hardjana, 2000). Dapat dikatakan bahwa dengan proses komunikasi ini memungkinkan adanya keterpaduan perilaku setiap karyawan dalam kelompok, agar semuanya menuju satu tujuan (Prawirosentono, 1999).
Demikian artikel singkat ini saya tulis, semoga bermanfaat.

Daftar Artikel

Belajar, Berilmu, Beramal & Beribadah E-mail : nurul.huda.macintosh@gmail.com Untuk informasi lebih lanjut seputar berbagi ilmu penge...